REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Welya Safitri menyambut baik keputusan Korps Bhayangkara yang akhirnya membolehkan Polwan menggunakan jilbab mulai besok, Rabu (20/11).
MUI pada dasarnya mendukung adanya polisi wanita yang mengenakan jilbab. Sebab hal itu merupakan keharusan bagi seorang muslimah. "Hal itu terlepas dari apa pun profesinya," ujar Welya saat ditemui di Gedung MUI, Selasa (19/11).
Dia menambahkan, jika model jilbab di Aceh dijadikan contoh, itu adalah hal yang baik. Karena nantinya akan ada model yang seragam. Yang terpenting mengenakan jilbab harus memenuhi tiga syarat. Yakni sesuai syariat, menutup aurat dan tidak menampakkan lekuk tubuh.
Welya juga mengimbau agar segera dibuat Peraturan Kapolri (Perkap) agar polwan yang berjilbab atau ingin mengenakan hijab tidak ragu-ragu untuk menutup auratnya.
"Lisan sudah diucapkan, maka harus diiringi dengan membuat peraturan yang diakui instansi polisi. Segera lah dibuat," katanya.
Dia menambahkan, busana Muslim bukan lagi hal asing di tempat kerja. Apalagi jika ditinjau dari segi kesehatan akan melindungi tubuh pemakainya dari debu dan matahari, terutama bagi mereka yang lebih banyak bekerja di lapangan.
Selain itu, busana muslimah juga membuat pemakainya lebih nyaman dan gesit bergerak. Jika mengenakan rok, ada kekhawatiran aurat terlihat.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan, berpakaian menutup aurat merupakan hak setiap manusia. Ia pun memberikan restu kepada seluruh Polwan untuk berjilbab, tanpa perlu menunggu Perkap.
"Jilbab itu hak asasi seseorang. Saya sudah sampaikan pada anggota, yang punya jilbab silakan gunakan," ujar Sutarman di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Jenderal bintang empat ini mengatakan, polwan tak perlu pusing memikirkan akan adanya teguran kepada mereka bila nekat berdinas menggunakan jilbab.