REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masjid Sulthoni yang berada di lingkungan kantor Pemda DIY Kepatihan Yogyakarta direnovasi dan dirancang hemat energi.
Hal itu dikemukakan Kepala Biro Umum Humas dan Protokol (UHP) Pemda DIY Sigit Haryanto saat meninjau renovasi pembangunan masjid yang termasuk bangunan cagar budaya ini, Rabu (20/11).
Renovasi masjid tersebut sudah mencapai 72 persen dan ditargetkan 9 Desember 2013 selesai sesuai dengan kontrak dengan pihak ketiga. Anggaran renovasi masjid tersebut satu paket dengan renovasi Gedung Pracimosono yang juga berada di Komplek Kepatihan dengan anggaran dari APBD senilai Rp 1,6 miliar.
Menurut Sigit, masjid Sulthoni dirancang lebih hemat energi karena tidak berdinding sehingga pencahayaannya cukup mengandalkan dari sinar matahari di siang hari. Namun tetap dipasang lampu yang hanya akan digunakan pada malam hari.
Di bagian luar masjid dibuat atap lipat (folding roof) yang bisa dipasang dan dilipat setiap saat. Di bawah folding roof tetap dipasang lampu yang tahan air, supaya saat atap dilipat dan terjadi hujan, lampu tidak mudah rusak.
Dalam merenovasi masjid ini juga dilakukan perluasan, sehingga yang semula hanya menampung 500 orang, nantinya bisa menampung 750 orang. Meskipun demikian, bangunan yang menjadi cagar budaya tidak diubah sama sekali. Kebetulan bangunan masjid Sulthoni yang termasuk cagar budaya luasnya hanya sekitar 49 meter persegi dari luas tanah seluruhnya sekitar 600 meter persegi. Bangunan cagar budaya Masjid Sulthoni hanya di bagian dalam dan inti dari masjid Sultoni.
"Untuk bagian cagar budaya hanya dilakukan pengecatan dan prodo (pengecatan dengan lapisan emas)," katanya. Tidak ada yang berubah karena memang tidak bisa diubah sesuai dengan UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyatakan bahwa mengubah bentuk bangunan cagar budaya tidak diizinkan.