Kamis 21 Nov 2013 18:21 WIB

Pengamat Nilai Australia Harus Ganti Kerugian Indonesia Soal Penyadapan

Hacker beraksi (Ilustrasi)
Hacker beraksi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Pengamat politik dari Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri Sakroni menilai aksi penyadapan yang dilakukan oleh pemerintah Australia adalah bentuk pelecehan negara, sehingga pemerintah pun harus tegas menyikapinya.

"Dalam konteks nasionalisme dan kedaulatan, Australia melanggar kedaulatan NKRI yang menyangkut kerahasiaan negara, informasi negara," katanya di Kediri, Kamis.

Ia mengatakan sikap Australia justru merugikan hubungan baik di antara dua negara ini, hubungan "mutual trust". Indonesia dikhianati, karena pemerintah Australia telah melanggar prinsip-prinsip bertetangga yang harusnya saling menghormati dan menjaga kepercayaan.

Apalagi, negara ini dalam posisi damai, tidak dalam kendali negara lain. "Saat ini merupakan momentum yang terbaik untuk menunjukkan pembelaan pada negara sampai titik darah penghabisan," katanya.

Ia juga mengatakan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang sudah cukup baik dengan memberikan tanggapan terkait dengan aksi penyadapan Australia tersebut, bahkan sampai menarik duta besar di Australia.

Namun, sikap itu dirasa masih kurang tegas. Bahkan, jika dibiarkan, kata dia, justru hal ini akan melemahkan "bargaining position" atau posisi tawar Indonesia dalam kancah politik Internasional. Presiden harus lebih tegas lagi.

"Dalam kasus ini (pencurian data intelijen) sangat berat, terutama jika disalahgunakan. Negara layak melakukan pembekuan (kerja sama) hubungan apapun dan pemulangan duta besar sampai pemerintah Australia mempertanggungjawabkan bukti pengakuan yang disampaikan secara jujur," katanya.

Dosen yang saat ini mengambil pendidikan S-3 jurusan politik di sebuah universitas negeri di Malang itu menyebut Indonesia telah mengalami kerugian terkait dengan penyadapan tersebut.

"Harusnya, Australia tidak hanya meminta maaf, melainkan harus memberi ganti kerugian pada Indonesia. Kedaulatan lebih tinggi nilainya daripada kerja sama budaya, militer dan bersifat mutlak. Harus ada ganti kerugian," tegasnya.

Sebenarnya, kata dosen yang mengajar hukum internasional di Uniska Kediri tersebut, pemerintah Australia bisa meminta informasi yang dibutuhkan dengan lebih elegan, lebih terhormat.

Namun, dengan sikap Australia yang telah melakukan penyadapan pada para pejabat negara, termasuk Presiden menimbulkan hubungan yang buruk.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement