Jumat 22 Nov 2013 09:47 WIB

Ginsi: Kenaikan Pajak Impor Harus Disertai Pengawasan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Importir Mobil
Foto: bisniskepri
Importir Mobil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atau PPh impor terhadap perusahaan dengan angka pengenal importir (API) dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Rencananya, kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan akan diluncurkan waktu dekat.

Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Achmad Ridwan Tento mengapresiasi rencana pemerintah tersebut. Meskipun begitu, Ridwan meminta agar pengawasan barang yang masuk harus lebih ketat.  "Jangan sampai terjadi kebocoran," ujarnya kepada ROL, kemarin.

Ridwan menambahkan, kebijakan pemerintah ini jangan sampai berimbas pada terjadinya inflasi. Walaupun peningkatan tarif berlaku untuk barang impor nonpangan, tetap saja ada potensi inflasi. "Yang tentunya harus dijaga juga, jangan sampai membuat importir bebankan harga jual ke konsumen," kata Ridwan.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan kebijakan otoritas fiskal menaikkan tarif PPh Pasal 22 (PPh impor) jangan dilihat dari sisi nominal pengenaan tarifnya semata. "Tapi tax itu akan berpengaruh pada cash flow perusahaan. Jadi, kalau cash flow-nya kena, perusahaan akan mengurangi impornya," ujarnya. 

Chatib menjelaskan, sifat PPh Pasal 22 adalah pembayarannya bersifat kredit sehingga mengurangi pajak final yang harus dibayarkan. "Oleh karena ini, jika perusahaan bertahan akan bleeding (merah keuangannya).  Jadi, dia akan coba kurangi.  Kalau impor besar dengan sendirinya cash flow kena," kata Chatib.

Selain menaikkan tarif PPh Pasal 22, Chatib menyebut pemerintah juga mempermudah fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) sebagai upaya mendorong ekspor.  "Dan ini sesuatu yang dari dunia usaha udah nanyain lama sekali, bisa gak ini diberikan. Jadi, kalau kita combine dari ekspor dan impor, cash flow impornya dibenarkan," papar Chatib.

Kombinasi antara peningkatan ekspor dan penurunan impor, lanjut Chatib, akan membantu menurunkan defisit transaksi berjalan. Meskipun begitu, rangkaian kebijakan ini tidaklah mencukupi.  "Kan ada biofuel yang lagi berjalan.  Juga ada langkah yang PPn barang mewah akan dinaikkan," ujar Chatib.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement