REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu penyadapan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sejumlah pejabat tinggi lainnya mengundang kemarahan publik di negeri ini. Sejumlah media di Tanah Air pun ikut menyuarakan kekesalan atas ulah intelijen dari negeri kanguru tersebut.
Namun, Jake Scobey-Thal, jurnalis lepas berkewarganegaraan asing yang fokus pada pengembangan dan HAM di Asia, memiliki sudut pandang berbeda. "SBY sendiri telah melakukan hal yang sama (penyadapan) selama bertahun-tahun," ujarnya lewat sebuah tulisan di blog Foreign Policy.
Pada 2011, katanya, Human Rights Watch melansir sebuah dokumen internal TNI yang mengungkapkan operasi intelijen besar-besaran di Provinsi Papua sepanjang 2006-2009. Tujuan operasi tersebut dikatakan untuk mengatasi konflik tingkat rendah dengan kelompok separatis bersenjata di Papua.
"Pada praktiknya, operasi mata-mata pemerintah ini juga kerap digunakan untuk membenarkan pelanggaran terhadap individu yang terlibat dalam kegiatan politik damai di daerah tersebut," tudingnya.
Jake menyebutkan, sebuah dokumen yang bocor juga mengungkap adanya upaya pengawasan pemerintah yang menargetkan para pemimpin politik dan kelompok masyarakat sipil di Papua.
Selain itu, memo internal yang beredar di kalangan intelijen pemerintah juga menyiratkan bahayanya berbagai kegiatan. Semisal demonstrasi, konferensi pers, dan pertemuan rahasia di sana. Sehingga semua itu perlu diawasi.
"Program mata-mata ini bersumber dari paranoia mendalam pemerintah Indonesia terhadap disintegrasi negara," tulis Jake.
Penyadapan yang dilakukan SBY, lanjutnya, ternyata tidak terbatas pada Papua saja. Pada 2011, kabel diplomatik AS yang dibocorkan Wikileaks menyebut SBY telah menggunakan badan intelijen untuk memata-matai lawan politik dan setidaknya salah satu menteri kabinetnya.
Bahkan, awal tahun ini pemimpin partai oposisi Megawati Sukarnoputri melontarkan tuduhan serupa yang menyiratkan, SBY telah mengarahkan petugas intelijen untuk memantau kegiatan politiknya.
"Dia (seorang intel) ditugaskan untuk memata-matai dan mendengarkan pembicaraan saya. Hanya dalam waktu satu menit, pemimpin republik ini telah menerima seluruh pembicaraan saya," ujar Mega dalam suatu kesempatan.