REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Interkoneksi atau kerjasama antarlembaga keuangan syariah di Indonesia belum berjalan optimal. Di luar negeri, interkoneksi antar bank dan asuransi syariah telah berjalan sangat apik.
"Di luar negeri, 70 persen fee based income perbankan bukan berasal dari pembiayaan, tapi dari dana asuransi. Ini yang belum jalan di Indonesia," ucap Pengamat Ekonomi Syariah, Syakir Sula, Senin (25/11).
Di tanah air, produk bancassurance (penjualan produk asuransi di bank) hanya berkontribusi 10 persen bagi penghasilan bank. "Ini kecil sekali. Ke depannya interkoneksi produk bersama misalnya bancassurance harus diperbesar, sehingga fee based income bank banyak dari asuransi," ujarnya.
Interkoneksi tersebut harus dijembatani sehingga hubungan bank dan asuransi berjalan baik dan tidak jomplang. Di luar negeri, seperti negara-negara di Eropa, perusahaan asuransinya sangat maju. Malah tidak jarang perusahaan asuransi memiliki bank hingga industri pesawat dan kilang minyak. Hal ini menggambarkan kemakmuran suatu negara. "Semakin besar suatu negara, maka pemahaman masyarakat terhadap asuransi semakin besar," kata dia.
Di Jepang, setiap orang mempunyai rata-rata tiga produk asuransi. Penetrasi asuransi di Jepang dan Eropa masing-masing 300 persen dan 200 persen. "Di Indonesia, penetrasi asuransi baru 12 persen," ucap Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) tersebut.