REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Puspa dan satwa yang berkaitan dengan kehidupan liar atau wild life, memiliki nilai luar biasa bagi manusia.
Namun, keberadaan puspa dan satwa di Jabar tersebut terancam tak hanya predator di alam dalam skala ekosistem. Namun, ancaman kelestarian alam tersebut justru datang dari perilaku manusia yang kurang ramah lingkungan.
"Pulau Jawa khususnya Jabar merupakan wilayah yang intensitas pembangunannya sangat tinggi. Jadi, telah menyumbang besar terhadap berkurangnya habitat alami hayati," ujar Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, Anang Sudarna kepada wartawan, Senin (25/11).
Anang menjelaskan, konvensi hutan menjadi lahan perkebunan, pemukiman dan industri dengan dalih untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, merupakan salah satu penyebab hilangnya jenis hayati di Jabar.
Salah satu keragaman hayati yang menghilang di Jabar, adalah badak Jawa. Terakhir, badak ini masih terdapat di Tasikmalay pada 1934. "Masih banyak kasus hilangnya jenis hayati dari kelompok fauna seperti burung, reptilia dan ikan," katanya.
Di sisi lain, ia mengatakan, keberadaan hutan konservasi yang dalam status pengelolaan mantap di Jabar hanya beberapa saja. Di antaranya, Gunung Gede Pangrango, Halimun-Salak, Taman Hutan Raya Juanda dan TN Gunung Ciremai.
Sementara hutan yang lainnya, biasanya berstatus kawasan suaka dan hutan lindung. Jadi, umummua kurang terkelola dengan baik dibandingkan gunung berstatus Taman Nasional atau Taman Hutan Raya.
Kurangnya pengelolaan, ia mengatakan, menyebabkan tekanan terhadap ekosistem. Ini terjadi, akibat kegiatan perambahan, pembalakan illegal dan pemburuan satwa. Kondisi tersebut, menyebabkan juga terganggunya ekologis hutan.
Anang mengatakan, dari hasil penelusuran pustaka, di Jabar terdapat 134 jenis mamalia darat atau sekitar 88,16 persen dari jumlah mamalia darat yang ada di Pulau Jawa sebanyak 152.
Namun, jumlah tersebut sekarang harus diperiksa kebenarannya. Mengingat di lapangan kondisinya sudah berbeda. Sementara, data tersebut adalah laporan lama. "Kami akan terus melakukan berbagai upaya untuk melindungi dan melestarikan hayati yang ada di Jabar," katanya.
Salah satu upaya yang dilakukan, ia menjelaskan, adalah dengan memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) pada 27 dan 28 November 2013.
Acara ini, digelar dengan tujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih mencintai puspa dan satwa. Serta, memahami peran dan fungsi mereka di dalam lingkungan yang dapat mendukung kehidupan manusia.
"Kesadaran masyarakat sudah banyak, tapi belum sampai tahap pemahaman," katanya.
Anang mengatakan, BPLHD selalu berupaya melestarikan hayati, karena masih banyak kekayaan yang ada di alam ini kegunannanya untuk manusia belum diketahui karena teknologi yang belum memadai.
Padahal, ada beberapa tumbuhan yang diteliti ternyata bisa menjadi obat. "Kekayaan hayati ini, tabungnan umat manusia yang kita belum punya teknologinya," katanya.
Di acara tersebut, ia melanjutkan, Pemprov Jabar akan memberikan penghargaan lingkungan tingkat Provinsi Jabar. Penghargaan, diberikan pada masyarakat, lembaga, kabupaten/kota, dan dunia usaha yang peduli pada lingkungan. "Totalnya ada 179 penghargaan," katanya.