Rabu 27 Nov 2013 13:36 WIB

Menkeu: Defisit Transaksi Berjalan Tahun Ini 32 Miliar Dolar AS

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Muhamad Chatib Basri
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Muhamad Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perekonomian dunia saat ini harus bersiap menghadapi kemungkinan tidak adanya lagi quantitative easing. Negara-negara emerging market yang terdampak seperti Indonesia, memiliki permasalahan pada defisit neraca transaksi berjalan dan defisit anggaran. 

"Solusinya untuk mengatasinya hanya dua yaitu dari eksternal dan internal," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri dalam Kompas 100 CEO Forum di JCC, Rabu (27/11).

Chatib menjelaskan, solusi eksternal hampir mustahil terwujud. "Kalau eksternal, kita tidak bisa apa-apa.  Kita tidak bisa meminta Yellen (Jannet Yellen, calon terkuat Gubernur Bank Sentral AS), agar QE jangan dilakukan?," kata Chatib. 

Sedangkan dari sisi internal, Chatib menyebut fokus penanganan pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) adalah defisit transaksi berjalan.  Penanganannya dapat dilakukan melalui dua cara.

Pertama, peningkatan kapasitas produksi, yang tentunya membutuhkan waktu. Kedua, permintaan diturunkan sebagai bagian stabilisasi ekonomi. 

Chatib mengatakan kebijakan BI menaikkan suku bunga acuannya menjadi 7,50 persen dan kebijakan pemerintah menurunkan defisit anggaran menjadi 1,69 persen, diyakini akan berimbas pada turunnya permintaan. Akibatnya, impor turun sehingga defisit transaksi berjalan turun.

"Pada akhir triwulan IV, besaran defisit transaksi berjalan sekitar 7 miliar dolar AS.Sedangkan per akhir 2013 defisitnya 31 sampai 32 miliar dolar AS," kata Chatib. 

Lebih lanjut, Chatib meyakini, perbaikan defisit transaksi berjalan akan lebih baik pada 2014. Ini tak lepas dari serangkaian kebijakan yang dilansir pemerintah melalui paket kebijakan Agustus 2013.

Paket pertama berupa peningkatan kapasitas biofuel 10 persen berujung pada penghematan. Sedangkan paket kedua adalah adalah peningkatan PPh impor Pasal 22 dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.  Turut dinaikkan adalah pajak penjualan barang mewah menjadi 150 persen dan akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP).

Paket ketiga adalah insentif keringanan PPh pasal 25 agar perusahaan industri padat karya tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).  Pajak perusahaan-perusahaan tersebut dapat dicicil 25 sampai 50 persen. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement