REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ombudsman Republik Indonesia mengimbau asosiasi kepada kedokteran agar tidak lagi mengarahkan para dokter untuk melakukan mogok bersama. Sebab, hal itu bisa menganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan.
"Aksi ini dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan," kata Ombudsman Bidang Pencegahan, Hendra Nurtjahjo, menanggapi aksi mogok sejumlah dokter se-Indonesia dalam menyikapi putusan Mahkamah Aagung (MA) atas kasus Dokter Ayu di Manado, Kamis (28/11).
Ia mengatakan, sebaiknya asosiasi kedokteran dan pemerintah lebih baik segera mengevaluasi pembentukan standar pelayanan medis di tingkat lokal atau daerah sebagai pedoman prosedural yang resmi atau sah.
"Standar ini dibuat untuk mengukur tindakan para dokter apakah melangga etik yang berdampak hukum atau tidak," katanya dalam keterangan tertulisnya melalui surat elektronik.
Dikatakan Hendra, sebenarnya sikap protes ini bisa dilakukan secara konstruktif tanpa harus merugikan hak publik. Misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menulis surat protes dengan argumentasi hukum dan medis yang mereka anggap benar.
Dikatakannya apabila dicermati secara internal etika profesi medis, aksi mogok ini bertentangan dengan tanggung jawab dokter yang termuat dalam sumpah kedokteran. Pengabaian kewajiban atau penelantaran ini bisa berakibat kematian atau penderitaan pasien yang semestinya ditangani ratusan dokter yang tidak berada di tempat.
"Hal ini jelas merupakan maladministrasi pelayanan publik yang harus segera dipulihkan," ujarnya.