REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Pertanian (Distan) Jabar, optimistis target produksi beras di Jabar, 12 juta ton bisa tercapai.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Jabar, Diden Trisnadi, sampai Agustus, produksi padi di Jabar sudah 9,5 juta ton. Kalau ditambah produksi September-Desember, dipastikan angka tersebut bisa tercapai.
"Jabar bisa 12 juta ton, kalau panen September dan Desember ini produksinya bisa 420 ribu haktare Produktivitasnya, 6,1 ton per hektare," ujar Diden kepada Republika, Kamis (28/11).
Diden mengatakan, kalau ingin mencapai 12 juta ton, maka pihaknya harus mengamankan produksi yang ada di lapangan.
Terkait keruskan lahan, Diden mengaku belum ada laporan ada lahan yang rusak terkait banjir. Memang, sekarang musim hujan tapi tak sampai merusak.
Tahun ini, ia mengatakan, kemaraunya tak terlalu panjang. Jadi, Mei-Agustus hujan masih ada. Semua petani, selama masih ada air pasti masih akan menanam. Luasan panen, tahun ini totalnya diperkirakan sekitar 2 juta hektare. Padahal, biasanya luasan panen 1,9 juta hektare.
"Paling, kerusakan karena serangan wereng. Saya dapat laporan di Ciamis, ada serangan wereng masih 3 ribuan. Ini, masih bisa ditoleransi jadi langsung ditanggulangi," katanya.
Menurut Diden, beberapa lahan yang terkena serangan hama di blokir agar tak meluas hingga ke lahan yang lain.
Sehingga, banyak lahan yang bisa diselamatkan. Hama penggangu di Jabar biasanya Penggerek batang, tikus, blas, wereng batang, dan tikus.
Daerah endemis WBC (wereng batang coklat) di Jabar, katanya, terdapat di Pantura, khususnya Indramayu. Tapi, di daerah tersebut petani menanam varietas padi yang tahan WBC seperti , Ciherang, Mekonga dan Infari 13.
Selain di Ciamis, serangan WBC terjadi di Tasikmalaya tapi serangannya secara "spot" terhadap padi varietas lokal. "Lalu, di Ciamis kami melakukan tindakan spot-stop dengan maksud melakukan eradikasi terhadap tanaman yang terserang berat supaya tak menyebar," katanya.
Untuk lahan puso, hingga saat ini belum ada laporan juga. Sebab, pengganggu tanamannya tak terlalu berpengaruh.
Diden menjelaskan, pihaknya memiliki beberapa langkah untuk mengatasi objek pengganggu tanaman. Yakni, dari mulai pemetaan sampai inventarisir lokasi endemis.
Khusus wereng, katanya, intensitas, pengamatan terus ditingkatan. Pada daerah perbatasan endemis, dilakukan gerakan pengendalian spot stop yakni dengan gerakan semprot. Selain itu, Distan pun, memberikan bimbingan teknis dan teknologi yang ramah lingkungan ke petani.
"Armada di tiap kecamatan kami siapkan. Begitu juga, pestisida, untuk hama," katanya.
Upaya lain yang dilakukan untuk mencapai target, kata dia, mengamankan hasil produksi dengan memperhatikan sistem pengeringan saat panen. Alat-alat pasca panen, disiapkan agar produktivitas, bisa tinggi.
Dikatakan Diden, salah satu alat yang disiapkan adalah combine harvestor. Yakni, alat untuk memanen dan merontokan padi. Jadi, hasilnya bisa langsung dimasukkan ke karung.
Ini, bisa menekan kehilangan hasil. Kehilangannya menjadi 5 persen bahkan bisa sampai 3 persen. "Kalau alat perontok yang biasa, kehilangan hasilnya sangat tinggi," katanya.
Selain itu, katanya, Distan pun memiliki brigade untuk mengamankan tanaman di Lapangan terutama ditempatkan di daerah penyumbang padi terbesar. Yaitu di Pantura seperti Indramayu, Karawang, dan Subang. Sedangkan Jabar selatan, penyumbangnya Cianjur dan Sukabumi,
Kalau benar angka ramalan BPS Jabar 2013 tersapai, kata dia, maka produksi 12 juta ton tersebut tertinggi dibandingkan produksi tahun-tahun sebelumnya. Pada 2010, produksi padi tertinggi di Jabar yakni mencapai 11 juta ton. Pada 2012, bahkan Jabar produksinya sempat mengalami penurunan karena ada kekeringan.