Kamis 28 Nov 2013 14:55 WIB

Asosiasi Pekerja Bandara Soekarno-Hatta Minta TPS Khusus

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Siswa SD Menteng 01 melakukan simulasi pemungutan suara pada pemilu di kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (11/11). (Republika/Yasin Habibi)
Siswa SD Menteng 01 melakukan simulasi pemungutan suara pada pemilu di kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (11/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota KPU Provinsi Banten, Syaiful Bahri mengatakan, asosiasi pekerja Bandara Internasional Soekarno-Hatta meminta tempat pemungutan suara (TPS) khusus pada pemilu 2014. Tanpa TPS khusus, dikhawatirkan lebih dari tiga ribu pekerja akan kesulitan menggunakan hak pilihnya.

"Asosiasi pekerjanya yang langsung mendatangi kami. Mereka minta TPS khusus, setidaknya satu unit per terminal," kata Syaiful di Jakarta, Kamis (28/11).

Menurut Syaiful, perwakilan pekerja menyampaikan kerisauannya tidak akan bisa menggunakan hak pilih dengan leluasa. Karena jadwal kerja yang sangat padat, sehingga tidak bebas meninggalkan bandara untuk mencari TPS terdekat. Bahkan untuk mengajukan cuti kerja sekali pun. 

Berdasarkan masukan dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kota Tangerang, pada pemilu 2009 disediakan TPS di bandara. Dalam hal ini, secara administratif Bandara Soekarno-Hatta masuk dalam ruang lingkup Kecamatan Benda, Kota Tangerang.

"Sementara di aturan pemilu 2014 tidak memungkinkan dibuat TPS di bandara. Sudah kami konsultasikan ke KPU pusat, pemilih harus memilih di TPS terdekat," ujarnya.

Meski begitu, Syaiful menilai persyaratan adiministrasi pemilu harusnya tidak menghambat pemilih dalam menggunakan haknya. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU tetap harus mempertimbangkan hak pemilih dalam menyalurkan suranya.

Agar berkekuatan hukum, menurut Syaiful, TPS khusus bisa saja dibangun jika KPU mengeluarkan aturan berkekuatan hukum. Sebagai bentuk diskresi dari UU Pemilu nomor 8/2012.

"Kalau itu disetujui regulasi hukumnya dengan surat edaran saja sudah cukup. Prinsipnya jangan hanya karena alasan administrasi terhambat berpotensi menghilangkan hak pilih warga negara yang jumlahnya signifikan," kata Syaiful.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement