REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Efek dari sterilisasi jalur Transjakarta dengan denda masimal bagi penerobosnya membuat kemacetan semakin bertambah. Ini diakui Pengamat Tata Kota asal Universitas Trisakti, Yayat Supriatna.
Menurut dia, tidak ada pilihan bagi pengendara untuk melewati jalur 'reguler' tersebut untuk menuju perkantoran di pusat kota. Alhasil, meningkatnya kemarahan, kejenuhan, dan frustrasi warga atas kemacetan yang semakin menjadi.
Yayat mengatakan, dari sinilah warga akan mencari solusi lain, mengubah rute jalan atau pindah ke perkantoran yang berlokasi di pinggiran jakarta. ''Saya prediksi lima tahun mendatang, perkantoran akan beralih ke pinggiran kota,'' kata dia, Kamis (28/11).
Yayat mengatakan, ini merupakan kesempatan untuk pemerintah dalam mengurangi populasi kemacetan. Ia menyontohkan daerah pinggiran tersebut seperti BSD dan Karawaci Tangerang. Kota tersebut menjadi pilihan karena minimnya kemacetan.
Masalahnya, belum ada pikiran pemerintah untuk membangun apartemen atau perumahan di lokasi pinggiran tersebut. ''Rata-rata warga ingin punya rumah dekat kantornya. Tangerang, Bekasi, Depok bisa jadi alternatif. Ajak pengembang, bangun tempat tinggal,'' kata Yayat.
Masalahnya, hingga kini arah pembangunan tempat tinggal tersebut belum jelas. Menurut Yayat, dengan volume kendaraan yang meningkat dan kemacetan yang menjadi rahasia umum, warga sudah tidak tertarik berkantor di pusat kota. Mungkin dulu kebanggaan berkantor di pusat kota, tapi kini adalah penderitaan.
Perusahaan pun seharusnya berpikir untuk memindahkan kantornya agar keefektifan bisa dicapai. ''Percuma, kantor di tengah kota, tapi pegawainya terlambat semua,'' kata dia.
Lantas siapa yang di pusat kota? Yayat menjelaskan, cukup Pemerintah dan Kementerian yang berada di pusat kota. Daerah pinggiran bisa jadi alternatif untuk pembangunan kantor dan tempat tinggal.