REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan tidak ada profesi yang kebal hukum termasuk dokter.
"Prinsipnya sederhana, siapa pun yang salah harus siap dihukum. Siapapun yang tidak bersalah tidak boleh dijatuhkan hukuman," kata Denny di Jakarta, Kamis (28/11).
Pernyataan tersebut disampaikan berkaitan dengan aksi mogok sejumlah dokter se-Indonesia dalam menyikapi putusan Mahkamah Agung (MA) atas kasus Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani beserta rekannya, Hendy Siagian dan Hendy Simanjuntak di Manado, Sulawesi Utara pada Rabu (27/11).
"Persoalannya apakah terbukti bersalah atau tidak. Apakah itu kriminasliasi atau bukan yang menentukan hakim kalau hakim bilang bersalah semua harus tunduk," ujar Denny.
Ia mencontohkan bahwa hakim saja tidak kebal hukum dan bisa dituntut secara pidana termasuk kasus Akil Mochtar. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang merupakan salah satu institusi peradilan tertinggi itu tetap diproses hukum ketika dia diduga menerima suap meskin saat itu menjabat sebagai Ketua MK.
"Tidak ada yang kebal, profesi apapun termasuk dokter," tegas Denny.
Pada Rabu (27/11) lalu, sejumlah dokter se-Indonesia melakukan aksi mogok sebagai protes terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) atas kasus Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani beserta rekannya, Hendy Siagian dan Hendy Simanjuntak di Manado, Sulawesi Utara.
Kasus Dokter Ayu dan kawan-kawan berawal dari meninggalnya pasien Julia Fransiska Maketeyn di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado pada 10 April 2010. Keluarga Julia lalu menggugat ke pengadilan negeri kemudian Dokter Ayu dan dua rekannya dianggap tidak bersalah.
Namun, di tingkat kasasi, Dokter Ayu dan kawan-kawan divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim karena dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain.
Atas putusan ini, ribuan dokter pun menggelar aksi solidaritas dengan turun ke jalan melakukan longmarch dari Tugu Proklamasi, Bundaran Hotel Indonesia, Istana Negara, dan kantor Mahkamah Agung begitu juga di daerah lain. Sebagian besar dokter di Indonesia pun secara serempak tidak memberikan pelayanan kesehatan kecuali untuk melayani pasien gawat darurat.