REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG--Pengamat politik dari Universitas Diponegoro Susilo Utomo menilai kemenangan dalam pemilihan kepala daerah belum tentu menunjukkan naiknya elektabilitas suatu partai politik.
"Jadi, bukan jaminan kalau parpol pada pilkada menang berarti elektabilitas parpol naik. Indikator kemenangan pilkada banyak, bukan semata karena parpol," kata pengajar Undip tersebut di Semarang, Jumat.
Menurut dia, kedudukan calon yang maju dalam pilkada sebenarnya yang cukup menentukan kemenangan, misalnya sosok "incumbent" atau petahana yang bisa memanfaatkan kesempatan lewat program pemerintah daerah.
Ia mengatakan adanya kesempatan yang dimiliki "incumbent" untuk memobilisasi kekuatan birokrasi yang sedang dipimpinnya, sementara mereka yang bukan "incumbent" tentu tidak memiliki kesempatan semacam itu.
"Memang, tidak semua calon 'incumbent' pasti menang jika maju kembali dalam pilkada. Tetapi, setidaknya itu (incumbent. red.) memengaruhi. Kan ada yang mau memanfaatkannya, ada yang tidak mau," kata Susilo.
Ada pula faktor ketokohan calon kepala daerah yang memengaruhi kemenangan dalam pilkada, ungkap dia, sehingga faktor kepartaian, terutama elektabilitas tidak bisa begitu saja dilihat dari kemenangan pilkada.
Ia mencontohkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mungkin menang dalam beberapa pilkada, tetapi kemenangan pilkada itu tidak bisa dijadikan ukuran bahwa elektabilitas parpol tersebut meningkat.
Oleh karena itu, kata dia, PKS penting untuk menggelar pemilihan raya (pemira) sebagai salah satu langkah untuk mendongkrak elektabilitas parpol setelah dihantam kasus yang menjerat petingginya.
"Penting bagi PKS untuk menggelar pemira. Salah satunya, ya perlu untuk mendongkrak suara dalam pemilu legislatif. Bukan ditujukan utama untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014," katanya.
Oleh karena itu, kata Susilo, parpol di Indonesia sekarang ini merasa perlu mengusung figur calon presiden untuk mendongrak elektabilitas parpol dan meraup suara besar dalam pemilihan umum legislatif.