REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Adik ipar dari mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, Lauren Booth, akan mendirikan penampungan di Turki untuk anak-anak pengungsi Suriah. Penampungan ini akan mencoba menghilangkan trauma perang yang dialami anak-anak Suriah.
Lauren menyebut saat ini donatur dari Turki telah memberikan bantuan untuk pendirian penampungan. "Sebuah bangunan sudah siap di Turki," ujar wanita yang memeluk Islam tahun 2010 ini seperti dikutip dari onislam.net, Jumat (29/11).
Lembaga yang berbasis di Inggris ini akan melibatkan pendamping profesional dari Inggris. Lauren menyatakan, tenaga ahli itu dari berbagai latar belakang yang telah berpengalaman menangani masalah sosial selama 50 tahun. "Kami akan merawat anak-anak itu dengan nilai Islam," ucap Lauren.
Dalam dua tahun terakhir, lebih dari 40 ribu anak-anak Suriah telah tewas dan ribuan lainnya terluka dalam perang saudara. Lauren akan menggandeng organisasi anak-anak Atfal untuk merealisasikan program ini.
Direncanakan, gedung penampungan tersebut berada di Antalya Hatay, yaitu sebuah provinsi yang terletak di perbatasan antara Suriah dengan Turki. Tempat penampungan tersebut diharapkan dapat menampung sebagian anak-anak Suriah dari 200 ribu anak yang telah menjadi yatim piatu atau terpisah dari keluarganya. “Anak-anak tersebut dijual ke Eropa untuk dijadikan budak seks," ujar organisasi itu.
Sebuah laporan baru yang dirilis awal pekan ini, berjudul "korban tersembunyi dari korban anak-anak Suriah", telah menemukan lebih dari 11 ribu anak-anak tewas di Suriah sejak konflik di sana yang dimulai lebih dari dua setengah tahun yang lalu.
Oxford research group menulis, studi baru mengungkapkan bahwa 11.420 kematian tercatat dialami oleh anak berusia dibawah 17 tahun. Laporan ini bukan yang pertama kali terjadi akibat dari pengaruh konflik Suriah pada anak-anak.
Pada september 2013, organisasi perlindungan anak PBB memperingatkan bahwa hampir dua juta anak-anak Suriah telah putus sekolah. Lebih dari 100 ribu orang terbunuh akibat dari perang antara rezim Basshar Al Assad dengan oposisi.