REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia menolak tuduhan anti dumping Uni Eropa (UE) terhadap biodiesel Indonesia. Kemendag terus memperjuangkan agar pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk Biodiesel dibatalkan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indonesia Bachrul Chairi mengatakan, Komisi Eropa (KE) pada tanggal 26 November 2013 lalu secara resmi mengeluarkan Council Implementing Regulation (European Union-EU)
Nomor 1194/2013 tertanggal 19 November 2013 terkait pengenaan BMAD produk Biodiesel asal Indonesia dan Argentina. Pada saat yang sama, KE juga mengeluarkan Council Implementing Regulation (EU) Nomor 1198/2013 tertanggal 25 November 2013 terkait Keputusan bahwa penyelidikan anti subsidi terhadap Biodiesel dihentikan karena petisioner menarik gugatannya.
‘’Untuk itu, pemerintah Indonesia bersama dengan asosiasi, produsen dan eksportir Indonesia telah sepakat untuk terus memperjuangkan agar pengenaan BMAD dibatalkan karena perhitungan nilai normal dalam menentukan marjin dumping yang dilakukan oleh KE tidak sesuai dengan ketentuan Anti-Dumping,’’ katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima ROL, Ahad (1/12).
Upaya yang akan ditempuh antara lain dengan mengajukan kasus ini ke badan sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa. Selain itu, Kemendag juga mengajukan keberatan ke European Court of Justice.
Produk biodiesel Indonesia dikenakan BMAD sebesar 8,8 persen (EUR 76,94)-20,5persen (EUR 178,85). Pengenaan ini lebih besar dari keputusan pengenaan BMAD sementara yang telah diberlakukan sejak tanggal 28 Mei 2013, yaitu sebesar 0 persen-9,6 persen. Hal ini disebabkan karena EU melakukan perubahan metode dalam perhitungan cost of production dalam penentuan normal value di mana KE merekonstruksi harga bahan baku sehingga tidak sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh produsen Indonesia saat penyelidikan on the spot verification.
Penyelidikan dumping terhadap produk biodiesel asal Indonesia dimulai pada 29 Agustus 2012 lalu. Dia menambahkan, produsen atau eksportir Indonesia secara optimal telah berkoordinasi dalam melakukan pembelaan, antara lain menyampaikan perhatian pemerintah Indonesia dalam berbagai kesempatan dan juga dalam menghadapi on-the-spot verification yang dilaksanakan oleh KE pada bulan Januari tahun 2013.
‘’Pengenaan BMAD oleh KE tidak mendasar dan terkesan dipaksakan guna memproteksi industri dalam negerinya. Di lain pihak, produk biodiesel UE dengan bahan baku rapeseed jauh lebih mahal dan tidak efisien dibandingkan biodiesel asal Indonesia yang berbahan baku kelapa sawit,’’ ujar Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Indonesia Oke Nurwan.
Dia menambahkan, kerugian yang dialami industri biodiesel UE lebih disebabkan adanya kapasitas yang berlebih. Sehingga pengenaan BMAD hanya akan membuat harga akhir untuk biodiesel menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya akan merugikan konsumen UE sendiri.