REPUBLIKA.CO.ID. Oleh Rosita Budi Suryaningsih
Tahun ini kaum Muslim Hungaria mengangkat dua ulama besar sebagai pemimpin.
Menjadi kaum minoritas bukan berarti tidak bisa menjadi masyarakat yang kuat. Justru karena jumlahnya yang sedikit, membuat anggotanya menjadi lebih akrab.
Keakraban ini membuat langkah-langkah bagaimana agar komunitas Muslim di tempat tersebut bisa bertahan.
Ini yang terjadi pada umat Muslim di Hungaria, sebuah negara yang berada di Eropa Tengah. Dalam bahasa setempat, disebut dengan Magyarország, atau yang berarti daerah Magyar.
Kehidupan Muslim di ibu kota negara tersebut, Budapest, mencerminkan sebuah ikatan komunitas yang unik. Mereka adalah umat Muslim, tapi hampir tak tampak eksistensinya.
Sebuah artikel menarik yang ditulis oleh Rasidk dipampang dalam laman cafebabel.co.uk, memerinci kehidupan umat Muslim di sana. Menurutnya, sangat sulit menemukan sebuah masjid di Budapest.
Sebuah hal yang unik yang jarang terjadi di wilayah lain adalah adanya gereja Islam. Ya, di negara ini tidak ada data untuk memerinci tempat ibadah bagi umat Muslim. Untuk itu, masjid yang merupakan tempat ibadah umat Muslim dimasukkan dalam data, dianggap sebagai gereja.
Ada dua masjid utama yang ada di Hungaria. Jangan berharap pada bentuk yang megah nan mewah. Hanya ada bendera nasional Hungaria dan Uni Eropa di sana dan beberapa perempuan Muslim yang mengenakan jilbab, yang menjadi penanda bangunan yang bentuknya sama dengan sekelilingnya tersebut adalah sebuah masjid.
Di dalamnya, terdapat ruang utama sebagai tempat untuk menunaikan shalat. Luasnya cukup untuk menampung beberapa puluh jamaah. Tempatnya rapi dilengkapi dengan karpet, juga terang benderang karena banyak cahaya yang masuk ke dalamnya saat siang hari.
Ruang khusus untuk perempuan dipisahkan dari ruangan ini, dengan luasan yang lebih kecil dan letaknya berada di seberang lorong. Masjid ini dikelola oleh organisasi Muslim di Hungaria, yang didirikan pada 2000.
Nama resmi masjid ini adalah Gereja Lingkungan Paradoks Islam (MME). Hukum yang berlaku sejak 1900 di negara ini, adalah tempat ibadah bagi agama apa pun, akan disebut dengan gereja.
Ada dua gereja Islam yang terdaftar di negara ini. Namun, sebenarnya total tempat ibadah yang bisa digunakan untuk umat Muslim ada empat unit di seluruh wilayah Hungaria.
Pemimpin organisasi Muslim Hungaria, Szultan Sulok, berkantor di masjid ini. Ruangannya penuh dengan buku, catatan, dan kertas yang tak tersusun rapi. ''Kami baru saja pindah ke sini karena umat Muslim semakin meningkat,'' ujarnya.
Sulok memperkirakan ada sekitar 3.200 Muslim yang tinggal di Budapest. Hungaria sendiri merupakan negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Katolik Roma.
Menilik dari sejarahnya, sebenarnya ada jejak Islam di sana, ketika Hungaria masuk dalam wilayah kekuasaan kekaisaran Ottoman yang berkuasa pada sekitar 1522.
Sekitar 150 tahun setelah itu, wilayah ini berhasil direbut oleh kerajaan Austria. Era keemasan Islam di wilayah ini pun telah berakhir.
Dulu, Islam bahkan hampir tak punya suara di wilayah yang dijadikan negara komunis ini. Bahkan, wilayah ini masuk dalam pembantaian Muslim besar-besaran yang dilancarkan oleh Serbia.
Lebih memprihatinkan lagi, pada 2011 Hungaria hanya mengakui 14 kelompok agama. Islam tidak termasuk dalam daftar ini dan umat Muslim harus mendaftar untuk mendapatkan pengakuan resmi di bawah hukum yang berlaku pada tahun tersebut.
Untunglah pada 27 Februari 2012, parlemen Hungaria mengubah undang-undang yang kontroversial itu. Organisasi keagamaan dimandatkan untuk memperluas daftar. Saat itulah Dewan Islam Hungaria mulai diakui secara resmi.
Perkembangan Islam di Hungaria terus berjalan positif. Bahkan pada 2013 ini, masyarakat Muslim Hungaria bisa dengan terbuka mengangkat ulama besar sebagai pemimpin agama mereka, yaitu Herzegovina dan Husein Kavazovi. Kedua ulama ini juga menjadi pemimpin Muslim di Bosnia.
Baru-baru ini, parlemen juga memberikan izin bagi umat Muslim untuk membangun Islamic center. Di dalamnya akan dilengkapi dengan perpustakaan dengan sekitar 50 ribu buku.
Jejak peninggalan Islam di Budapest pun tinggal segelintir. Salah satunya adalah Makam Gul Baba, panglima perang dari Turki pada abad pertengahan yang gugur dalam pertempuran di Budim, bagian Budapest di sebelah barat.
Dulu, Budim yang awalnya hanya sebuah kota kecil berubah menjadi pusat kota yang sangat penting. Paling tidak, ada enam puluh masjid di sana yang dilengkapi dengan perpustakaan dan pemandian ala Turki. Beberapa di antaranya bertahan hingga sekarang dan dijadikan monumen.
Setelah peristiwa pengepungan Turki di Wina yang berlangsung pada 1683, butuh tiga tahun bagi tentara Austria untuk merebut kembali Budim. Penduduk Muslim yang mendiami tempat itu diusir atau disuruh berganti agama menjadi Katolik.
Hingga pada abad ke-19, Hungaria kembali banyak didatangi kaum Muslim, khususnya umat Muslim dari Bosnia yang menjalankan tugas kemiliterannya. Kaum Muslim ini akhirnya membuat sebuah komunitas di sana.
Umat Muslim yang masih punya hubungan dengan umat Muslim Bosnia ini tergabung dalam The Hungarian Islamic Community. Mereka juga punya masjid sebagai pusat ibadah, tapi tidak menggunakan kata gereja dalam nama masjid tersebut.
Ketua komunitas tersebut, Zoltan Bolek, memperlihatkan masjid tersebut. Berbeda dengan masjid gereja Islam, masjid di sini telihat sangat sederhana dan tua.
Sepanjang lorong menuju ke ruang utama dipenuhi dengan foto-foto. Ketika tiba di ruang utama, disediakan ruangan khusus bagi imam pertama yang memimpin masjid ini, seorang perwira militer Bosnia. Bolek merasa nyaman tinggal sebagai Muslim di Budapest. ''Warga Hungaria adalah masyarakat yang toleran,'' ujarnya.