REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Indonesia Gita Wirjawan mengatakan jika Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization ke-9 tidak mampu menghasilkan kesepakatan apapun, perdagangan multilateral akan terancam.
"Risiko jika tidak ada kesepakatan apapun di Bali, semangat perdagangan multilateral akan riskan dan di manakah eksistensi kebijakan WTO itu," kata Gita dalam jumpa pers G33 di Nusa Dua, Bali, Senin (2/12).
Terlebih, lanjut Gita, setelah 12 tahun tanpa hasil atau berhasil melanjutkan Putaran Doha, sudah seharusnya negara-negara anggota WTO mampu mencapai sebuah kesepakatan di Bali kali ini.
"Putaran Doha sudah 12 tahun, jika keluar dari Bali tanpa hasil dan harus diperpanjang enam bulan lagi, saya rasa tidak akan berjalan," ujar Gita.
Gita mengatakan, sejauh ini ada negara-negara yang menyatakan bahwa paket yang telah terselesaikan sebaiknya disetujui terlebih dahulu, namun ada juga yang menyatakan kesepakatan tersebut harus secara utuh.
Gita menambahkan, Indonesia sebagai tuan rumah memiliki tugas untuk menjembatani kepentingan antara negara miskin, berkembang dan negara maju melalui Paket Bali yang berisikan tiga isu runding. "Terkait isu runding Least Developed Countries (LDCs) sudah disepakati oleh 159 negara anggota," ujar Gita.
Indonesia sendiri berusaha untuk mendorong disepakatinya salah satu poin yang ada dalam Paket Bali apabila nantinya dalam KTM WTO ke-9 mengalami kebuntuan. Dalam Paket Bali tersebut, beberapa poin yang diinginkan untuk disepakati adalah Trade Facilitation, Agriculture, dan LDCs itu sendiri.
Dalam poin LDCs tersebut, beberapa hal yang sudah disepakati oleh negara-negara anggota WTO dalam General Council di Jenewa diantaranya adalah, Simplified Rules of Origin, Services Waiver, Duty Free Quota Free, dan Market Access to Cotton. Poin dalam Paket Bali berupa LDCs merupakan kepentingan dari negara-negara kurang berkembang yang sudah selesai dibahas dan disetujui oleh negara-negara anggota WTO.
Meskipun demikian, perundingan yang lebih berat masih terjadi untuk menyelesaikan Paket Bali secara utuh. Poin yang masih belum terselesaikan adalah terkait dengan pertanian dan fasilitasi perdagangan.
Dengan kondisi tersebut, perundingan untuk penyelesaian Proposal Paket Bali yang sesungguhnya harus diselesaikan di Jenewa itu, pada akhirnya harus dibawa ke Bali sehingga akan diambil keputusan oleh para menteri dari 159 negara itu.