REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan jumlah pelapor Lalu Lintas Devisa (LLD) Lembaga Bukan Bank (LBB) meningkat. Hal tersebut terlihat dari menurunnya jumlah eksportir yang ditangguhkan kegiatan ekspornya. Jumlah pelapor LLD LBB pada September 2013 meningkat 4 persen menjadi 2.514 dari 2.413 pelapor pada 2012.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI, Wiwiek Sisto Widayat, mengatakan jumlah pelapor LLD utang luar negeri (ULN) swasta pada September 2013 juga mengalami peningkatan sebesar 9 persen secara yoy. Jumlah LLD ULN Swasta pada September 2013 menjadi 2.313 pelapor atau naik jika dibandingkan dengan September 2012 yang sebanyak 2.111 pelapor.
Sementara itu, jumlah pelapor LLD bank pada September 2013 masih sama dengan tahun sebelumnya, yakni 120 pelapor. "Kepatuhan eksportir sebenarnya cukup bagus," ujar Wiwiek, Selasa (3/12).
Aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 2013 membuat kepatuhan pelapor LLD mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari penurunan jumlah pelapor LLD LBB yang terkena sanksi denda keterlambatan pada 2013. Per November 2013, jumlah pelapor LLD LBB yang terkena sanksi menjadi 70 pelapor dari 78 pelapor pada November 2012. Selain itu, jumlah pelapor LLD-ULN yang terkena sanksi denda keterlambatan tahun 2013 ini juga mengalami penurunan. Dari 47 pelapor di November 2012, menjadi 21 pelapor di November 2013.
Wiwiek mengatakan BI selalu bertemu dengan pelapor LLD dan DHE setahun sekali agar mereka dapat lebih patuh. LLD dilandasi UU No. 24 Tahun 1999 Pasal 3, yakni BI berwenang meminta keterangan dan data mengenai kegiatan LLD yang dilakukan setiap penduduk. Ayat 2 berbunyi setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan LLD yang dilakukannya.
Kegunaan pelaporan kegiatan LLD adalah untuk mengetahui besaran transaksi devisa residen dan non residen untuk dimasukkan dalam statistik neraca pembayaran. Selain itu, data LLD juga digunakan untuk menyusun statistik posisi investasi international Indonesia. "Berikutnya untuk menjaga bagian dari pasokan valas di kita, jadi kita tahu masuknya devisa. Data ini digunakan untuk ketahui supply valas. Untuk membantu stabilitas nilai tukar," ujar dia.
Wiwiek mengatakan, terdapat peningkatan devisa yang masuk, tetapi sulit dilihat kontribusinya terhadap pasar valas. "Karena tidak ada ketentuan berapaa lama dia harus masuk disini. Tidak ada kewajiban melakukan konversi ke rupiah dan disimpan. Tapi pasokan kita terus meningkat," ujar dia.
Penerimaan DHE wajib dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Wiwie mengatakan jika setelah 3 bulan tidak masuk, BI akan menerbitkan surat pemantauan. "Itu kita terbitkan secara otomatis pada eksportir kalau setelah pelaporan tidak memasukkan DHE," ujar dia.
Hingga periode tertentu, BI akan mengeluarkan sanksi administratif berupa denda. "Setengah persen dari total DHE yang belum masuk, tapi kita batasi maksimal 100 juta. Pengenaan denda tidak menghapuskan kewajiban mereka untuk memasukan sisa devisa yang belum masuk," tuturnya.
Eksportir yang tidak membayar denda dan tidak melaporkan DHE akan dikenakan penangguhan kegiatan ekspor. BI bekerjasama dengan Dirjen Bea Cukai untuk penangguhan tersebut. Wiwiek mengatakan BI akan melanjutkan sosialisasi peraturan tersebut pada eksportir dan memperkuat koordinasi dengan Dirjen Bea Cukai, Dirjen Pajak, BPS dan SKK Migas.
"Karena beberapa eksportir ada yang simpan DHE di luar negeri, meski mulai masuk. Dengan kerjasama ini ditambah peran perbankan dalam service pada eksportir harapannya akan semakin membaik kesana," ungkap Wiwiek.