REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Izedrik Emir Moeis membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam persidangan, Kamis (5/12). Dalam eksepsinya itu, penasihat hukum Emir sempat menyentil Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Denny Indrayana.
Penasihat hukum Emir, Yanuar P Wasesa, menyebut persoalan penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tender proyek PLTU Tarahan, Lampung.
Ia mengatakan, Emir justru mengetahui informasi itu dari pemberitaan media yang berasal dari pernyataan Wamenkum HAM. Bukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut ternyata lebih antusias dari KPK dalam mengumumkan Emir Moeis sebagai tersangka," ujar Yanuar, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Menurut Yanuar, saat itu Emir tidak sepenuhnya memercayai informasi telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, Emir menilai informasi datang dari pejabat yang tidak memiliki kapasitas untuk menyampaikan keterangan tersebut.
Menurut Yanuar, Emir sempat menanyakan soal kapasitas tersebut pada penasihat hukum. "Apakah bisa seorang pejabat yang tidak memiliki tugas pokok dan fungsinya dalam menetapkan status seseorang sebagai tersangka?," ujar Yanuar.
Menanggapi pertanyaan Emir, Yanuar mengatakan, salah satu penasihat hukum memberikan tanggapan. Ia mengatakan, inilah negara di mana para pejabatnya bisa sesuka hati memberikan komentar apapun. Apalagi, pejabat itu secara garis politik berbeda dengan Emir.
"Soal etika tidak lagi penting, azas praduga tak bersalah tidak lagi dihormati, yang penting vonis pengadilan sudah didahului oleh pejabat melalui media massa. Soal salah benar urusan nanti," kata Yanuar.
Oleh sebab itu, penasihat hukum Emir menilai, kasus Emir berbau politis. Di mana Emir merupakan kader PDI-Perjuangan (PDI-P).
Ia mangatakan, sangat beralasan jajaran PDI-P mempertanyakan adanya gerakan sejak 2012 untuk mencari-cari kesalahan pimpinan dan kader PDI-P dengan alasan pemberantasan korupsi. "Isu korupsi dianggap akan efektif memengaruhi elektabilitas partai-partai," katanya.
Jaksa penuntut umum mendakwa Emir menerima 423.985 dolar Amerika Serikat (AS) dari anggota konsorsium Alstom Power. Uang itu diberikan melalui Presiden Pacific Resources Incorporate, Pirooz M Sarafi. Jaksa menyebut uang itu diberikan kepada Emir yang telah mengusahakan konsorsium PT Alstom Power untuk memenangkan proyek pembangunan PLTU Tarahan, Lampung pada 2004. Perbuatan Emir
dinilai bertentangan dengan kewajibannya yang saat itu masih sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi Energi dan Sumber Daya
Mineral.