REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid dua yang bertujuan untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan, pada Senin (9/12).
"Saya sudah tanda tangani peraturannya semalam, hanya konferensi persnya Senin, bersama pak Hatta (Menteri Perekonomian) dan pak Hidayat (Menteri Perindustrian), karena berhubungan dengan sektor manufaktur," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri, di Jakarta, Jumat (6/12).
Chatib memastikan paket tersebut mencakup kenaikan PPh pasal 22 barang impor untuk mengurangi impor barang konsumsi dan peraturan terkait Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) untuk mendorong nilai ekspor.
"Pph pasal 22 untuk mengurangi impor, kemudian fasilitas KITE supaya ekspor menjadi lebih mudah, hari ini (draf peraturan) sudah dibawa ke Menkumham," katanya.
Sebelumnya, pada Agustus 2013, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang terdiri dari empat paket utama untuk menjaga perekonomian nasional dari dampak perubahan kebijakan ekonomi global.
Paket pertama, terkait upaya memperbaiki neraca transaksi berjalan dan menjaga nilai tukar rupiah yaitu dengan mendorong ekspor dan memberikan tambahan pengurangan pajak untuk ekspor padat karya yang memiliki ekspor minimal 30 persen dari total produksi.
Kemudian, menurunkan impor minyak dan gas dengan mendorong penggunaan biodiesel, menetapkan pajak impor barang mewah dari sekarang 75 persen menjadi 125-150 persen, dan memperbaiki ekspor mineral dengan memberikan relaksasi kuota.
Paket kedua ditujukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan memastikan defisit anggaran berada pada kisaran aman sebesar 2,38 persen terhadap PDB serta penambahan insentif pengurangan pajak untuk industri padat karya.
Paket ketiga terkait upaya untuk menjaga daya beli masyarakat dan tingkat inflasi yaitu adanya peningkatan komitmen pemerintah untuk mengubah tata niaga sejumlah komoditi yang harga di pasarannya mudah terganggu serta meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia untuk menjaga inflasi.
Paket terakhir atau keempat adalah upaya untuk mempercepat investasi dengan menyederhanakan perizinan melalui efektifitas fungsi pelayanan terpadu satu pintu dan penyederhanaan jenis-jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi.
Selain itu, pemerintah akan mempercepat revisi peraturan daftar negatif investasi (DNI), mempercepat investasi di sektor berorientasi ekspor dengan memberikan insentif, serta mempercepat renegosiasi kontrak karya pertambangan.