REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Roberto Azevedo mengatakan kesepakatan Paket Bali yang telah tercapai menunjukkan bahwa dunia telah kembali kepada lembaga tersebut.
"Kami telah menempatkan dunia kembali ke dalam WTO. Saya sangat bangga akan hal itu, khususnya karena pendekatan ini tidak mencegah kami dalam membuat kemajuan, bahkan hal itu memperkuat kemajuan yang kami buat," katanya dalam rilis WTO yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Sebagaimana diketahui, perundingan dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO di Nusa Dua, Bali, telah berjalan dengan alot sebelum Paket Bali disetujui semua pihak.
Sejumlah negara yang awalnya menyatakan ketidaksetujuannya dengan jelas adalah India, kemudian diikuti sejumlah negara Amerika Latin yaitu Kuba, Bolivia, Ekuador, dan Venezuela.
Roberto mengemukakan pihaknya telah bekerja keras dalam bernegosiasi dan mencapai kesepakatan.
Ia berpendapat negosiasi yang dilakukan guna mencari titik temu, solusi yang inovatif, serta membuat kompromi adalah berbagai hal yang tidak pernah dilakukan WTO dalam jangka waktu yang lama.
"Dibanding dengan melakukan proses yang non-inklusif dan tidak transparan, kali ini seluruh anggota duduk bersama untuk bernegosiasi," kata Roberto yang baru diangkat sebagai Dirjen WTO pada 2013.
Menurut dia, Paket Bali akan memberikan manfaat bagi banyak kalangan di seluruh dunia, termasuk komunitas bisnis, pengangguran, kalangan miskin, dan petani negara berkembang.
Ia juga menyampaikan penghormatannya kepada pemerintah Indonesia khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan karena telah menyelenggarakan pertemuan WTO tersebut.
Sebelumnya, LSM Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) menyatakan pembahasan Paket Bali dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) merefleksikan kepentingan negara-negara maju dan berpotensi merugikan negara-negara berkembang.
"Paket Bali adalah refleksi kepentingan negara-negara maju semata," kata Koordinator Nasional CSF-CJI Mida Saragih, Jumat (6/12).
Menurut Mida, beragam paket yang dibahas seperti proposal fasilitas perdagangan, paket proposal negara-negara kurang berkembang dan kepentingan pertanian bias kepentingan negara maju.