Senin 09 Dec 2013 14:58 WIB

Obat Bersertifikat Halal Minim

Logo Halal
Logo Halal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah, Ani Nursalikah

Muslim memiliki hak konstitusional memperoleh produk halal.

JAKARTA — Jumlah obat bersertifikat halal yang beredar di Indonesia masih sedikit. Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan, dari 30 ribu jenis produk baru 22 produk yang halal.

Menurut dia, ada 206 perusahaan yang memproduksi 30 ribu jenis produk tersebut. “Ada lima perusahaan yang memiliki sertifikat halal atas 22 produk mereka,” kata Lukmanul Hakim, Ahad (8/12). Sedangkan, di kelompok jamu terdapat 14 perusahaan bersertifikat halal.

Sertifikat itu untuk sekitar 100 produk. Pada kelompok suplemen, perusahaan yang telah mengantongi sertifikat halal sebanyak 13 unit untuk sekitar 50 produk. Lukmanul Hakim menyatakan, angka-angka itu masih kecil bila dibandingkan penduduk Muslim yang ratusan juta jiwa.

Dengan demikian, masyarakat masih sulit menemukan obat bersertifikat halal di Indonesia. Mestinya, pemerintah melakukan upaya sistematis mengatasi masalah tersebut. Pemerintah bisa bekerja sama dengan produsen farmasi, ulama, dan pebisnis obat.

Langkah ini perlu ditempuh demi ketenteraman konsumen obat di Indonesia. Bukan malah penolakan dari pemerintah. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal produk farmasi pada RUU Jaminan Produk Halal (JPH).

Bukannya memperjuangkan hak konsumen Muslim, Nafsiah justru menyatakan produk farmasi, seperti obat dan vaksin, memang mengandung barang haram. Karenanya, tidak perlu sertifikasi halal atas produk-produk tersebut.

Lukmanul menambahkan, sikap pemerintah akan semakin menjauhkan masyarakat memperoleh obat-obat bersertifikat halal.

Di sisi lain, jaminan sosial terhadap kesehatan bagi masyarakat akan mulai berlaku pada Januari 2014. Jika sertifikasi halal obat dihambat, masyarakat yang berobat cuma-cuma akan mendapatkan obat haram.

Ketua MUI Amidhan mengatakan, memperoleh produk halal bagi setiap Muslim merupakan hak konstitusional. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya memfasilitasi rakyatnya untuk menjalankan syariat agamanya.

Menurut Amidhan, dalam Islam hukum mengonsumsi obat dan vaksin sama dengan hukum mengonsumsi produk pangan, yakni harus halal. Ia mengutip hadis yang menyatakan, setiap penyakit ada obatnya. Muslim mestinya tak berobat dengan benda yang haram.

Secara terpisah, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menegaskan produk halal, baik makanan, minuman, maupun alat guna lain bukan hanya untuk kepentingan umat Islam. Produk halal itu untuk kepentingan seluruh umat beragama.

Dia mengatakan, produk halal berkaitan dengan kesehatan. Dan, kesehatan dibutuhkan seluruh manusia. Menag menekankan hal tersebut pada sela acara Gerakan Masyarakat Sadar Produk Halal di Kalimantan Selatan, Sabtu (7/12).

Pemerintah, kata dia, terus berupaya mendorong produsen agar hanya menggunakan bahan baku halal. Bila ini sudah terjamin maka masyarakat tak akan ragu lagi menggunakan produk tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement