REPUBLIKA.CO.ID, PANGKAL PINANG -- Surveyor Indonesia, pelaksana studi kelayakan tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menyatakan, PLTN layak dibangun di Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hingga sebanyak 10 unit PLTN dengan total kapasitas 10 ribu MW.
"Dari studi kelayakan yang kamilakukan selama 3 tahun, PLTN layak dibangun di Bangka," kata Manajer Proyek Feasibility Study Tapak PLTN PT Surveyor Indonesia, Irman Bustaman pada seminar 'Prospek Pemanfaatann Iptek Nuklir untuk Kesejahteraan Masyarakat Bangka Belitung' di Pangkalpinang, Senin (9/12).
Berdasarkan standar yang ada dan studi kelayakan itu, pihaknya merekomendasikan enam unit di Kabupaten Bangka Barat dan empat unit di Bangka Selatan dengan masing-masing unit berkapasitas 1.000 MW unit, sehingga total 10 ribu MW.
Ia mengemukakan, sebagai pelaksana studi pihaknya melakukan pengumpulan data sekunder, pembangunan infrastruktur dan survei regional pada tahun pertama studi pada 2011. Pada tahun kedua dilakukan survei situs dan evaluasi tapak dan tahun terakhir (2013) dilakukan kompilasi laporan hasil survei seperti laporan evaluasi tapak, informasi dan data tapak, serta integrasi laporan studi kelayakan.
Sementara itu, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot Wisnubroto mengatakan pihaknya berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) reaktor daya non komersil di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Banten pada 2015.
"Kita ingin memberikan bukti sesungguhnya PLTN itu aman. Ini setelah berkonsultasi dengan Badan Pembangunan Perencanaan Nasional (Bappenas), karena berdasarkan UU no 17 tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional mewajibkan PLTN sudah harus beroperasi paling lambat antara 2015-2019," paparnya.
"Nanti ketika PLTN mini dengan daya sekitar 30 MW ini sudah beroperasi, aliran listriknya akan didistribusikan di perkantoran dan perumahan di Serpong dan sekitarnya," tambah Djarot.
Pada 2014, langkah awal mulai dijalankan dengan mempelajari amdal dan hal terkait keselamatan, baru setahun setelah itu dilakukan pembangunannya pada 2015. Dewan Energi Nasional juga menyepakati sebagaian besar energi nuklir untuk kebutuhan energi listrik harus menjadi salah satu produksi energi listrik utama dalam mendukung energi nasional sampai tahun 2020.