Senin 09 Dec 2013 22:37 WIB

Indonesia Indicator: Korupsi Sudah Jadi Cara Hidup Kekuasaan

 Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Anti Korupsi peringati Hari Anti Korupsi seDunia di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (8/12).  (Republika/Prayogi)
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Anti Korupsi peringati Hari Anti Korupsi seDunia di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (8/12). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA --  Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang menilai praktik korupsi di Indonesia sudah menjadi cara hidup (mode of life) kekuasaan.

"Korupsi tidak tepat lagi dikatakan sebagai patologi sosial yang telah bermetastasis ke berbagai sendi kekuasaan," ujar Rustika kepada ROL, (9/12).  Akibatnya, kata dia, hingga kini korupsi sulit diberantas.

Berdasarkan  data pada Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih berada dalam skor rendah, yakni 32. Artinya, kata dia, belum ada perkembangan yang berarti dalam upaya pemberantasan korupsi.

Terkait Hari Antikorupsi sedunia, Indonesia Indicator (I2) memaparkan hasil monitoring pemberitaan korupsi di media massa selama kurun tahun 2013. Menurut Rustika, berdasarkan hasil monitoring pemberitaan terhadap 337 media, dari 1 Januari hingga 9 Desember, pukul 16.45 wib, pemberitaan tentang korupsi mencapai 152.346.

"Media selalu menyalakan alarm tentang korupsi kepada kesadaran publik bahwa gejala tindak pembusukan itu masih melekat dalam kehidupan masyarakat," cetus Rustika.

Pemberitaan kasus korupsi sepanjang 2013, kata dia, menempati porsi sebesar 8,14 persen dari seluruh pemberitaan di Indonesia, di luar infotainment. "Sepanjang tahun ini, setiap bulannya tidak pernah sepi dari pemberitaan tentang korupsi."

Menurut Rustika, Rata-rata terdapat 12.656 pemberitaan korupsi setiap bulannya. "Sebuah frekuensi pemberitaan yang sangat tinggi jika kita membandingkannya dengan pemberitaan lainnya yang juga sangat mendasar – katakanlah misalnya –  pemberitaan tentang kemiskinan yang hanya mencapai  rata-rata 2.724 berita setiap bulannya," papar Rustika.

Bulan tertinggi dalam ekspos korupsi, tutur dia, terjadi pada bulan Oktober, saat itu KPK menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Gunung Mas. 

"Pada bulan itu pemberitaan mengenai korupsi  melonjak hingga 20.393 pemberitaan. Momen krusial juga terjadi di bulan Februari," kata Rustika.  Ia menambahkan, setelah penangkapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq karena kasus Sapi Impor, penetapan Anas Urbaningrum menjadi tersangka cukup membuat pemberitaan kasus korupsi meningkat hingga 17.729  ekspos di bulan Februari.

Dari seluruh pemberitaaan mengenai korupsi, kata Rustika, 14 persen adalah tentang korupsi Hambalang, 10 persen  tentang Luthfi Hasan dan Sapi Impor, dan 9 persen tentang suap MK. "Sementara itu kasus Bank Century dan Simulator Polri masing-masing menempati porsi sebanyak 6 persen," paparnya.

Lalu siapakah figur yang paling banyak disebutkan dalam pemberitaan mengenai korupsi? Rustika mengatakan, nama  Anas Urbaningrum paling banyak disebut dalam pemberitaan korupsi selama 2013. 

Setelah itu, kata  Rustika, disusul Johan Budi, Luthfi hasan Ishaaq, Susilo Bambang Yudhoyono, Abraham Samad, Ahmad Fathanah, Akil Mochtar, Djoko Susilo, Priharsa Nugraha, dan Rudi Rubiandini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement