REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ratusan penghulu se-Jawa dan Madura sepakat tidak akan melayani pernikahan warga di luar Kantor Urusan Agama (KUA) dan jam kerja.
Kesepakatan itu diambil dalam pertemuan ratusan penghulu di Islamic Centre Kabupaten Cirebon, Senin (9/12). ‘’Keputusan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2014,’’ ujar perwakilan penghulu dari Jatim, Wagimun AW.
Dalam kesempatan tersebut, para penghulu juga sepakat mendeklarasikan pembentukan Asosiasi Penghulu Indonesia (API). Wagimun AW pun ditunjuk sebagai Ketua API, dan Sekjen API, Madari dari Jakarta.
Wagimun mengungkapkan, pihaknya terpaksa mengambil keputusan tersebut. Pasalnya, tidak ada payung hukum yang melindungi para penghulu, yang bekerja melayani pernikahan di luar KUA dan jam kantor.
Wagimun mengatakan, selama ini sebagian besar warga memilih untuk menikah di luar KUA dan jam kantor penghulu. Karenanya, para penghulu terpaksa harus mendatangi rumah atau lokasi yang menjadi tempat dilangsungkannya pernikahan calon mempelai pengantin.
Padahal, lanjut Wagimun, untuk mencapai rumah mempelai pengantin, bahkan kadang jaraknya sangat jauh, negara tidak menyediakan biaya transportasi bagi penghulu. Jika biaya transportasi itu harus ditanggung penghulu, maka akan sangat memberatkan penghulu.
Karena itu, pihak mempelai pengantin memberikan uang transportasi kepada penghulu. Namun ketika penghulu menerima uang tersebut, pemerintah melarang dan menyebutnya sebagai pungli atau gratifikasi. ‘’Ini tidak adil,’’ tegas Wagimun.
Wagimun menambahkan, sesuai aturan, tugas penghulu adalah, mencatat, menyaksikan dan melaporkan pernikahan. Dia menyatakan, tidak ada kewajiban bagi penghulu untuk melayani sampai harus mendatangi rumah atau lokasi tempat dilangsungkannya pernikahan mempelai pengantin.
Wagimun pun menagih janji Irjen Kementrian Agama, M Yasin, yang menyatakan pemerintah akan memberikan biaya transportasi kepada penghulu yang melayani pernikahan warga di luar kantor dan jam kerja.
Janji itu, disampaikan pada awal 2013 lalu. ‘’Tapi sampai tahun 2013-nya mau habis, janji Irjen Kemenag belum terealisasi,’’ tutur Wagimun.
Menurut Wagimun, kesepakatan untuk tidak melayani pencatatan nikah di luar kantor dan jam kerja, juga merupakan bentuk solidaritas atas kriminalisasi yang dialami kepala KUA Kediri, Jatim.
Dalam kesempatan itu, para penghulu juga mengumpulkan uang untuk membantu kepala KUA Kediri yang sedang menjalani proses hukum.
Sementara itu, Ketua Forum Kepala KUA Kabupaten Cirebon, Deni, menjelaskan, selama ini para penghulu di Kabupaten Cirebon sering mendapat ancaman terkait dengan uang yang mereka terima dari warga.
Ancaman itu terutama datang dari oknum lembaga swadaya masyarakat (LSM). ‘’Karena itu kami sangat mendukung perjuangan ini,’’ tegas Deni.
Namun, Deni mengakui, pelaksanaan kesepakatan pelayanan di luar KUA dan jam kerja akan sangat berat. Pasalnya, sekitar 90 persen pernikahan di Kabupaten Cirebon dilangsungkan malam hari.