REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hajriyanto Y Thohari menilai pemilihan umum (Pemilu) 2014 mendatang merupakan ujian transisi demokrasi.
"Jika sukses melahirkan pemimpin harapan rakyat, maka usailah transisi, dan demokrasi sudah benar-benar dimulai. Jika tidak, maka kita harus menunggu lebih lama lagi untuk melewati transisi ini," katanya saat di diskusi Refleksi Akhir Tahun Bidang Politik dan Pemerintahan yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Malang, Jawa Timur (Jatim), Selasa (10/12).
Salah satu hal yang bisa menjamin terwujudnya hal itu, kata Hajriyanto, adalah tampilnya para pemimpin bersih yang membersihkan.
Dia menilai, di tingkat elite ada pemimpin yang bersih dan ada yang kotor. Namun sayangnya kebanyakan pemimpin yang bersih adalah yang tidak berani membersihkan. Problem lainnya adalah semakin banyak undang-undang (UU) antikorupsi, maka semakin banyak pula koruptornya.
Sementara itu pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro memandang rendahnya kualitas para pemimpin bangsa merupakan tanggung jawab partai politik parpol) yang dinilai terlampau sibuk mengurus dirinya sendiri dan lupa akan misi kebangsaan.
"Peran parpol amat krusial karena di situlah rumah demokrasi di mana para pemimpin lahir," ujarnya.
Akibat rendahnya kualitas pemimpin, publik lantas memiliki pola pikir negatif terhadap terhadap bangsa Indonesia. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani mengingatkan agar masyarakat tidak terlalu lama alergi dengan Parpol.
"Kalau kita alergi dengan Parpol, lantas mau diserahkan pada siapa tanggung jawab ini," kata anggota Komisi I DPR RI ini.