Rabu 11 Dec 2013 17:00 WIB

Larangan Ekspor Mineral Mentah Bahayakan Neraca Perdagangan

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan ekspor bijih mineral dinilai dapat meningkatkan defisit perdagangan dan dapat membahayakan stabilitas makroekonomi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang menilai, kebijakan tersebut lebih tepat diimplementasikan ketika negara sedang memerlukan peningkatan ekspor dengan produk-produk bernilai tambah. ''Dan mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah atau komoditi,'' kata dia di Jakarta, Rabu (11/12).

Pemerintah Indonesia merencanakan untuk melarang ekspor bijih mineral mulai 12 Januari 2014. Kebijakan pelarangan ekspor ini dimaksudkan untuk mendorong hilirisasi sektor pertambangan yang memberi nilai tambah yang lebih tinggi.

Menurut Poltak, pelarangan ekspor bijih mineral, utamanya berakibat langsung terhadap defisit perdagangan Indonesia. Selama empat triwulan terakhir sampai triwulan tiga 2013, defisit perdagangan Indonesia mencapai 9,7 miliar dolar AS, atau setara dengan 1,1 persen PDB.

Untuk memberi gambaran, pelarangan ekspor bijih mineral diperkirakan mengurangi ekspor Indonesia sebesar lima miliar dolar AS setiap tahunnya. Sehingga, dengan menganggap yang lain tetap, diperkirakan defisit perdagangan akan meningkat dari 9,5 miliar dolar AS (1,1 persen dari PDB) menjadi 14,7 miliar dolar AS (1,7 persen PDB).

Dia melanjutkan, walau bukan semata-mata karena peningkatan defisit perdagangan, namun juga karena secara global ada penguatan dolar Amerika akibat sentimen tapering off (pemangkasan stimulus oleh Bank Sentral Amerika), namun pada akhir Triwulan II 2013 sampai pertengahan Triwulan III 2013, Rupiah telah terdepresiasi 16 persen karena defisit perdagangan meningkat sebesar 1,3 persen PDB dari 0,4 persen dari PDB pada Triwulan II menjadi 1,7 persen dari PDB pada Triwulan II 2013.

Langkah pelarangan ekspor bijih mineral akan menambah sampai 0,6 persen dari PDB terhadap defisit perdagangan Indoensia (karena penurunan ekspor bijih mineral sebesar lima miliar dolar AS), atau sekitar setengah dari depresiasi rupiah sebesar 16 persen. Estimasi tersebut telah memperhitungkan potensi kenaikan impor yang disebabkan oleh kebutuhan yang lebih tinggi akan barang modal impor yang diperlukan untuk pengembangan industri hilir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement