REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Penambangan pasir di aliran Kali Gendol terus dilakukan warga meskipun curah hujan tinggi berpotensi menimbulkan banjir lahar dingin. Padahal, kegiatan normalisasi sungai telah dihentikan Pemerintah Kabupaten Sleman.
Truk yang membawa pasir dan batu (sirtu) masih berlalu lalang di jalan Kecamatan Cangkringan, Kamis (12/12). Penambangan pasir tetap dilakukan di daerah aliran Sungai Gendol. Sementara, penggalian pasir dengan alat berat untuk normalisasi sudah dihentikan.
Kegiatan penambangan di aliran sungai diakui Kepala Desa Kepuharjo, Heri Suprapto. "Penambangan warga masih banyak, " ujarnya kepada Republika.
Heri mengaku warga sudah mendapat informasi terkait ancaman banjir lahar dingin. Akan tetapi, kegiatan penambangan terus dilakukan di aliran sungai. Heri berdalih warga telah memiliki ponsel sehingga sewaktu-waktu bisa mendapatkan informasi jika ada potensi banjir lahar dingin.
Meski demikian, hal berbeda diungkapkan Camat Pakem, Bambang Nurwianto. Dia mengatakan truk-truk yang masih beroperasi tidak mengambil pasir dari sungai. Mereka mengambil pasir dari halaman rumah penduduk. "Mereka mengambil pasir dari halaman rumah penduduk yang menginginkan lahannya bisa diambil pasirnya kemudian tanah bisa difungsikan kembali untuk tanaman, " ungkapnya.
Sementara kegiatan normalisasi sungai telah dihentikan sejak 10 Desember 2013, sesuai Surat Keputusan Bupati. Plt Kepala Dinas Sumber Daya Alam dan Mineral Sleman, Purwanto mengatakan normalisasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi sungai yang terganggu karena tertutup sedimen material erupsi Gunung Merapi.
Berdasarkan perhitungan jumlah volume pengambilan sedimen dalam pelaksanaan normalisasi untuk 2013 mencapai 2 juta meter kubik atau 520 ribu rit dengan realisasi pajak Rp 7,8 miliar sampai November 2013.
Volume pasir tersebut lebih besar dari 2011 yang mencapai 729,306 meter kubuk atau 182.327 Rit. Dari hasil itu, realisasi pajak mencapai Rp2,6 miliar. Untuk 2012 mencapai 2,09 juta meter kubik atau 524.018 Rit dan realisasi pajak mencapai Rp7,2 Miliar.
Berdasarkan evaluasi pelaksanaan normalisasi, Purwanto mengaku belum selesai seluruhnya. Ada wilayah yang belum dilakukan normaliasi yakni untuk wilayah Glagaharjo dan Kepuharjo.
Sementara itu, Kepala Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Subandrio mengatakan kegiatan normalisasi sungai seperti penambangan umum yang tidak terkendali akan menimbulkan bahaya tersier yakni kerusakan lingkungan.
Dari hasil analisis erupsi Merapi produksi pasir selama satu tahun hanya mencapai 1,2 juta meter kubik. Namun, pasir yang diambil sudah 5 juta m3. "Ada defisit material yang sangat besar. Ini pasti hasil erupsi tahun-tahun sebelumnya, " ungkapnya.