REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Peringatan upacara kematian Mantan Presiden Nelson Mandela, memang mencetak sejarah tersendiri bagi Afrika Selatan. Meski sempat diguyur hujan, upacara tersebut tetap mampu menyedot puluhan ribu orang memadati Stadion First National Bank, Soweto, Afrika Selatan.
Puluhan kepala negara dan tokoh dunia pun hadir siang itu. Mereka menari dan bernyanyi demi mengenang sosok Mandela yang wafat, Kamis (5/12) lalu di usia 95 tahun.
Terlepas dari segala keberhasilannya, peringatan upacara kematian Mandela tetap menemui sejumlah masalah. Diantaranya kerusakan transportasi umum yang membuat pelayat sulit mencapai lokasi, audio yang rusak. Hingga membuat pidato para tokoh sulit terdengar hingga kegagalan petugas keamanan memeriksa seluruh tamu yang masuk ke stadion.
Dari sekian banyak masalah yang ada, satu yang paling mencuri perhatian dunia. Kehadiran penerjemah palsu saat para tokoh dunia menyampaikan euloginya untuk Mandela.
Saat Presiden Barack Obama menyampaikan pidato di Upacara Peringatan Kematian Mandela Selasa (10/12) lalu, ada seorang pria lain yang menarik perhatian di atas panggung. Pria yang belum diketahui namanya itu, kerap menggerak-gerakkan tangan mengikuti setiap kata yang terlontar dari mulut Obama.
Pria tersebut memang bukan tanpa alasan berada di atas panggung bersama Obama. Ia memiliki tugas penting, menerjemahkan pidato para pemimpin negara ke dalam bahasa isyarat, termasuk Obama. Tujuannya agar penonton tuna rungu dapat mengerti apa yang disampaikan para pembicara.
Namun, niat baik tersebut konon tercemar oleh ulah sang penerjemah yang dinilai banyak ahli tidak memiliki kemampuan mumpuni dalam menerjemahkan. Federasi tuna rungu mengatakan, penerjemah tersebut palsu. Apa yang diungkapkannya di atas panggung tak memiliki arti apa pun dalam bahasa isyarat.
Insiden ini kontan memicu amarah para tuna rungu dan penerjemah bahasa isyarat, yang menyaksikan tayangan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan dibenak mereka, bagaimana orang seperti itu dapat mengemban amanat besar menjadi penerjemah para tokoh dunia.
Direktur Federasi Tuna Rungu Afrika Selatan Bruno Druchen mengatakan pada The Associated Press, bahwa apa yang disampaikan penerjemah tersebut tak ada artinya. Ia hanya sibuk menggerak-gerakkan tangan seperti sedang menyampaikan bahasa isyarat.
Kepala Sekolah St Vincent, sekolah untuk tuna rungu, Ingrid Parkin menambahkan hal janggal juga terjadi kala Wakil Presiden Afrika Selatan Cyril Rampaphosa berpidato. Saat itu Rampaphosa mengatakan bahwa acara tersebut dihadiri mantan Presiden Afrika Selatan FW de Klerk, sang penerjemah lalu melakukan gerakan aneh.