Kamis 12 Dec 2013 14:32 WIB

Kasus Sitok, LBH Tuding Aparat Juga Lecehkan Korban

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Dewi Mardiani
Kekerasan terhadap perempuan. (ilustrasi)
Foto: www.jawaban.com
Kekerasan terhadap perempuan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Miris, seperti yang dijabarkan Kepala Bidang Advokasi dan Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Muhammad Isnur, terhadap kasus RW (22 tahun), seorang mahasiswa di Indonesia.

RW merupakan korban dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh Sitok Srengenge yang membuatnya hamil tujuh bulan. Ketika RW melapor, sangkaan terhadap Sitok hanya sebatas perbuatan tidak menyenangkan, yaitu Pasal 335 KUHP dengan hukuman pidana penjara maksimal satu tahun penjara atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Ia mengakui, sulitnya mencari saksi dalam kasus pemerkosaan karena hanya diketahui oleh korban dan pelaku diperburuk dengan banyaknya keterbatasan dalam hukum pidana di Indonesia. ''Memang dalam hukum pidana kita punya keterbatasan, hukum tidak bisa melihat masalah yang sebenarnya dalam hubungan relasi kuasa dalam hubungan seperti ini,'' kata dia, Senin (12/12).

Ia membandingkan dengan hukum di Australia yaitu ketika sesorang menghamili orang lain maka langsung dipotong gajinya buat kehidupan anak dan perempuan ini. Namun menurut dia bukan ini intinya. Isnur memilih untuk keadilan yang harus didapatkan oleh korban setidaknya dalam laporan dan sangkaan pasal kepada pelaku. ''Penentuan pasal itu sebenarnya ada di Jaksa, karena Dominus Litis pengenaan ada di jaksa. Itu idealnya,'' kata Isnur.