Kamis 12 Dec 2013 15:21 WIB

Menkeu Jawab Tudingan Paket Kebijakan Tidak Komprehensif

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan, Chatib Basri
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan, Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Sejumlah kalangan menilai, paket kebijakan ekonomi lanjutan yang diumumkan pemerintah beberapa waktu, tidak menjawab permasalahan defisit neraca transaksi berjalan. Hal tersebut disebabkan, kebijakan yang dikeluarkan tidak menyentuh tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi biang kerok permasalahan defisit.

Menanggapi pandangan tersebut, Menteri Keuangan Chatib Basri mengaku telah menjelaskan kepada awak media perihal paket kebijakan ekonomi pemerintah. Tujuannya agar awak media memiliki latar belakang yang lengkap terkait paket tersebut. 

Meski begitu, Chatib memahami apabila berita yang disampaikan tidak memuat secara menyeluruh. "Kalau nurunin berita kan gak seperti menulis paper. Jadi, akhirnya ketika policy (kebijakan) diumumkan, fokusnya selalu pada yang dikeluarkan. Misalnya kenaikan PPh impor, ya fokusnya (kritik) itu. Padahal kalau teman-teman ada yang mau buat analisis dari paket Agustus ke sekarang ada link (keterkaitan)," kata Chatib.

Chatib menyampaikan pendapatnya dalam konferensi pers acara seminar internasional bertajuk 'Avoiding the Middle Income Trap: Lesson Learnt and Strategies for Indonesia to Grow Equitably and Sustainably 'di Nusa Dua, Bali, Kamis (12/12). Menurutnya, paket kebijakan ekonomi lanjutan bertujuan untuk mengurangi tekanan defisit neraca transaksi berjalan. 

"Kalau address current account harus jangka pendek. Kalau anda mengatasi lewat membangun infrastruktur, defisitnya akan meledak. Tapi, jangan terus-terusan dibikin fiskal dan moneter ketat karena mengganggu pertumbuhan," papar Chatib.

Terkait pengurangan impor BBM, Chatib menjelaskan, kebijakannya telah termaktub dalam paket Agustus. Di dalamnya, pemerintah bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dan kalangan swasta berupaya meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar menjadi 10 persen.

"Efek ini kan di 2013 mengurangi defisit 190-200 juta dolar AS.  Nanti di 2014 sekitar 3-4 miliar dolar AS.  Jadi, ini mesti dilihat dalam konteks itu," kata Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini seraya menambahkan langkah-langkah lain untuk menekan impor minyak dapat ditanyakan ke Kementerian ESDM.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement