REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, dan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas) diminta membuat kebijakan bijak terkait open access (pemanfaatan pipa bersama). Menurut Ketua DPR, Marzuki Alie, kesalahan dalam menentukan kebijakan itu bisa berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara luas.
“Jangan menguntungkan trader gas dan merugikan BUMN. Dalam menentukan kebijakan tentang open access mesti dilihat dulu apakah bisa memberikan multiplier effect sehingga ekonomi kita naik atau malah sebaliknya,” kata Marzuki dalam pernyataannya yang diterima Jumat (13/12). Karena itulah dia menolak penerapan open access itu.
Masalah pemanfaatan pipa bersama itu kembali menghangat pascarapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR, PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) pada Rabu 11 Desember 2013.
Saat ini ada 63 trader gas yang sebagian besar dari trader gas itu hanya bisa mendapatkan alokasi gas, namun tidak melakukan investasi untuk membangun infrastruktur. Mereka memaksakan open access dengan harapan bisa menggunakan fasilitas infrastruktur (pipa) milik PGN.
Kalau open access dipaksakan, lanjutnya, tentunya akan merugikan PGN. Selama ini negara mendapatkan pajak dan deviden dari PGN. “Apalagi, open access juga tidak menjamin harga gas menjadi lebih murah,” kata Marzuki.
Kebijakan open access, menurut Marzuki, hanya membela kepentingan para trader gas. Ini justru disokong oleh Pertamina karena BUMN minyak ini justru mengalokasikan produksi gasnya kepada para trader gas itu. Alokasi gas untuk PGN boleh dikatakan tak bertambah sejak 2007, karena Pertamina tidak memperpanjang kontrak penjualan gas ke PGN dan malah mengalihkan ke trader gas itu.
Karena alokasi yang tak bertambah itu, otomatis membuat pembangunan infrastruktur menjadi stagnan. Tidak ada penambahan infrastruktur gas pipa yang signifikan. Hal ini akan mengganggu upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan energi nasional dan menurunkan kinerja PGN, serta dampak ikutan lainnya, seperti iklim investasi di Indonesia. "Impact-nya ini akan sangat panjang,” kata Marzuki yang juga menolak akuisisi PGN oleh Pertamina.
Dia berpendapat, seharusnya, dua BUMN itu fokus pada sektor bisnisnya masing-masing. Hal itu ditujukan untuk ketahanan energi nasional.