REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, menyebut banyak cendikiawan Indonesia yang justru bekerja di luar negeri. Ia menyebutnya dengan istilah 'brain drain'.
Wiranto mengatakan, orang-orang yang mempunyai bakat, kemampuan, dan berpendidikan, justru hijrah ke luar negeri. Ia mengatakan, kondisi itu harus mendapat perhatian karena jumlahnya tidak sedikit. "Jumlahnya mencengangkan, 7.000 tenaga ahli indonesia: S2, S3 dan profesor bekerja di luar negeri," katanya, di Jakarta, Jumat (13/12).
Menurut Wiranto, kondisi itu bukan karena para cendikia Indonesia tidak mencintai negaranya. Namun, ia mengatakan, justru karena mereka tidak mendapat pekerjaan yang sepadan dengan kemampuannya. "Ternyata mereka diterima di luar negeri," kata mantan Panglima TNI itu.
Karena itu, Wiranto mengatakan, ke depan harus menciptakan iklim pembangunan yang kondusif dan infrastruktur bagi para tenaga ahli dalam negeri. Ia mengatakan, para cendikia itu ditarik kembali ke Indonesia. Ia mencontohkan apa yang terjadi di India. Setelah tenaga ahlinya ditarik dari luar negeri, penjualan di India meningkat dari 150 juta dolar AS menjadi 3,9 miliar dolar AS.
Wiranto mengatakan, India juga dapat mengekspor piranti ke seratus negara, termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat. Menurut dia, menarik kembali para cendikia yang bekerja di luar negeri akan memberikan dampak positif. "Menarik kembali cendikia di luar negeri, kita bisa. Kenapa tidak bisa?" ujarnya.
Menurut Wiranto, pemerintah juga harus memberikan dukungan kepada para cendikia atau peneliti yang ada. Dari sisi anggaran, ia mengatakan, Indonesia mempunyai alokasi dana yang kecil untuk menyokong penelitian. Nilainya hanya 0,08 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ia mengatakan, nilainya sangat kecil dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Wiranto mencontohkan Israel. Ia mengatakan, pemerintah Israel mengalokasikan 4,28 persen dari PDB untuk dana penelitian. Finlandia mengalokasikan 3,96 persen PDB, Swedia 3,62 persen dari PDB dan Korea Selatan 3,36 persen. "Semuanya tinggi, bahkan Cina saja 1,7 persen dari PDB," katanya.
Membandingkannya dengan Indonesia, Wiranto merasa miris. Karena itu, andai menjadi presiden, ia mencanangkan anggaran penelitian lebih dari 3 persen. Menurut dia, nilainya memang harus melonjak. "Karena kita sudah tertinggal. Kalau tertinggal itu kecepatan biasa-biasa saja, namanya memelihara ketertinggalan."