Sabtu 14 Dec 2013 09:17 WIB

Potensi Monopoli Asing, Pengesahan RUU Pesisir Diminta Ditunda

 Seorang nelayan mengangkat jaring di wilayah pesisir pantai. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Seorang nelayan mengangkat jaring di wilayah pesisir pantai. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah LSM mendesak pemerintah dan DPR menunda pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dinilai tetap memberi celah monopoli pihak asing di daerah pesisir.

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim di Jakarta, Sabtu, mengatakan RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang akan disahkan pada 19 Desember akan tetap memprivatisasi dan mengapling sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk mengingatkan kembali bahwa pada 16 Juni 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus uji materil terhadap UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melalui Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 terhadap uji materi yang dilakukan 27 Nelayan Tradisional bersama KIARA, IHCS, dan KPA serta lima organisasi masyarakat sipil lainnya.

Ia mengatakan dua bagian penting dalam putusan tersebut, yakni membatalkan keseluruhan pasal-pasal yang terkait dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3), dan menilai Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 27 Tahun 2007 yang meniadakan partisipasi masyarakat pesisir dalam penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan dinyatakan telah melanggar UUD 1945.

Karena itu, ia menegaskan Kiara bersama LSM lain yang pernah ikut mengajukan uji materi ke MK merasa keberatan atas RUU yang isinya tetap memprivatisasi dan mengapling pesisir dan pulau-pulau kecil dengan merubah skema hak menjadi perizinan.

Skema dua perizinan, yaitu izin lokasi sebagai izin prinsip dan izin pemanfaatan sumber daya perairan pesisir yang menggantikan HP-3 yang dibatalkan MK, menurut dia, tidak memastikan hak persetujuan dan akses rakyat nelayan tradisional dan masyarakat pesisir terhadap pengeloaan sumber daya pesisir.

Tanpa hak tersebut, lanjutnya, skema tersebut dapat dipastikan akan tetap melanggar UUD 1945 yang memandatkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Selain itu, menurut dia, RUU tersebut masih bernuansa memberi celah pihak asing dapat mengekplotasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dan tidak memastikan akan melindungi hak-hak asasi nelayan tradisional.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement