REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan UU Nomor 22/2009 pasal 296 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, saat sirine peringatan berbunyi, kendaraan apapun dilarang melintasi rel kereta api.
Penjelasan itu dikatakan Direktur Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Hermanto Dwiatmoko dalam diskusi bertema 'Bencana di Rel Kereta', di Jakarta, Sabtu (14/12).
"Saat bel berbunyi, meski pintu palang belum tertutup sebenarnya kendaraan sudah harus berhenti. Jika melanggar sanksinya tegas, pidana tiga bulan penjara dan denda Rp 750 ribu," kata Hermanto.
Sayangnya, kepatuhan pengguna jalan raya menurut Hermanto masih rendah. Jika merujuk pada kecelakaan KRL Bintaro dan truk tangki Pertamina Senin (9/12) lalu, menurut dia, instrumen pendukung di lokasi sudah lengkap.
"Ada pintu penjaga, sirine sudah berbunyi. Cuma memang kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan yang rendah," ujarnya.
Kesadaran masyarakat tersebut, dinilai Hermanto sering tidak sejalan dengan upaya pemerintah membangun infrastruktur lalu lintas. Misalnya, meski sudah dibangun jembatan layang dan 'underpass' di tempat tertentu, masih dibuka perlintasan sebidang.
Saat perlintasan tersebut ditutup petugas, masih banyak masyarakat yang nekad membukanya kembali. Padahal Undang-Undang menyatakan semua perlintasan yang sudah dilengkapi underpass harus ditutup.
Karenanya, saat ini menurut Hermanto, Kemenhub sedang giat melakukan sosialisasi untuk membangun kesadaran masyarakat. Sosialisasi baru dilakukan di delapan kota dengan mendatangi SMP dan SMA.
Guna diberikan penyuluhan mengenai keselamatan berlalu lintas terhadap generasi muda. Sehingga diharapkan mereka bisa menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas di jalur perlintasan sejak dini.