REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Pemerintah terlalu intervensi keyakinan masyarakat dengan adanya regulasi pengosongan kolom agama di KTP elektronik. Padahal, hal tersebut merupakan hak tiap individu yang tidak bisa dikurangi.
Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila mengatakan, dengan mengosongkan kolom agama di eKTP, pemerintah telah mencampuradukan hak asasi manusia dengan administrasi negara. Menurut dia, agama merupakan hubungan mereka langsung ke Tuhannya.
Dia mengatakan, tidak ada hubungan antara Pancasila yang berasaskan ketuhanan dengan suatu keyakinan seseorang. Menurut dia, keduanya hal yang berbeda sehingga, tanpa tercantum kolom agama di eKTP, tidak akan mempengaruhi konteks ideologi tersebut.
Politisi PAN, AM Fatwa menilai menghilangkan kolom agama bertentangan dengan konstitusi. Setiap orang di Indonesia menurut dia, wajib memeluk suatu agama.“Persoalan itu tidak bisa dihadapi dengan keputusasaan dengan mengambil jalan pintas hilangkan kolom agama,” kata Fatma.
Hanya bagi penganut kepercayaan diperlukan kesabaran politik, konstitusional dan hukum. Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) tidak perlu repot-repot mengosongkan kolom agama pada penganut aliran kepercayaan. Karena akan timbul anggapan mereka tidak bertuhan.
Padahal, mereka itu menyakini sesuatu kepercayaan. Namun tidak diakui oleh negara sebagai agama. Dia mengatakan, cantumkan saja identitas kepercayaan mereka, hanya diberi tanda kutip sebagai tanda, orang tersebut adalah pengkhayat kebatinan.
“Dan mereka tidak mendapat fasilitas seperti pemeluk agama lainnya seperti pembangunan sarana dan prasarana ibadah,” ujar dia.