REPUBLIKA.CO.ID, BOJONEGORO -- Sebanyak 1.240 jiwa warga di sejumlah desa di Bojonegoro, Jawa Timur, mengungsi akibat meluapnya Bengawan Solo di daerah setempat. Ketinggian pada papan duga di Bojonegoro mencapai 15,28 meter (siaga III) pada Ahad (15/12) pukul 14.00 WIB.
"Sesuai data yang kami terima siang ini ada 1.240 jiwa warga korban banjir Bengawan Solo mengungsi di sejumlah lokasi yang biasa menjadi tempat pengungsian," kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro MZ Budi Mulyono.
Ia menyebutkan lokasi yang dipersiapkan sebagai ajang pengungsian, di antaranya, Gedung Serbaguna di Desa Ledokwetan, Kecamatan Kota dan gedung pengungsian yang disebut Evakuasi Taman Bahagia (Etaba) di Desa Sumberjo, Kecamatan Trucuk. "Warga sejumlah desa di Kecamatan Trucuk, belum mengungsi ke gedung ini, sebab banjirnya belum parah," jelas penjaga Gedung Etaba Yadi.
Sesuai data di BPBD, banjir luapan Bengawan Solo dengan status siaga III telah merendam sedikitnya 31 desa yang tersebar di sejumlah kecamatan, antara lain, Kecamatan Padangan, Purwosari, Malo, Trucuk, Kalitidu, Dander, Kota, Kapas dan Balen.
Di daerah genangan terdapat 1.705 rumah warga yang terendam air banjir, selain itu banjir luapan sungai terpanjang di Jawa juga mulai merendam tanaman padi seluas 1.515 hektare. "Laporan korban banjir masih berkembang, sebab belum seluruh kecamatan melapor," jelas Budi.
Pantauan Antara, warga yang mulai mengungsi di antaranya, warga di Ledokkulon, Ledokwetan, Kecamatan Kota dan sejumlah desa di Kecamatan Dander dan Kalitidu. Di Desa Sumbangtimun, Kecamatan Trucuk, sejumlah warga mulai membangun tenda pengungsian di daerah yang tidak terendam air banjir.
"Ternak sapi dan kambing yang sudah diungsikan ke tenda pengungsian jumlahnya puluhan ekor, sebab rumah warga sudah terendam air banjir," jelas seorang warga Desa Sumbangtimun, Kecamatan Trucuk, Moch Said, yang sedang bersama-sama warga membangun tenda pengungsian di lereng bukit kapur.
Seorang warga Desa Ledokkulon, Kecamatan Kota, Yadi, menambahkan dirinya dengan keluarganya memilih mengungsi ke rumah keluarganya di Desa Tapelan, Kecamatan Kapas, yang tidak kebanjiran. "Saya mengungsi sebab rumah saya sudah kemasukan air setinggi satu meter," ujarnya.