REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Subri dan seorang pengusaha perempuan asal Jakarta, Lusita Ani Razak sebagai tersangka suap terkait dengan pengurusan kasus tindak pidana umum pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah.
KPK menduga pemberian uang sebesar Rp 213 juta dari Lusita kepada jaksa Subri bukan yang pertama kalinya. "Ini (penerimaan suap) diduga bukan untuk yang pertama kalinya," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Ahad (15/12).
Bambang menjelaskan dugaan penerimaan suap ini bukan yang pertama kalinya karena diduga sudah ada penerimaan uang lainnya terkait pengurusan kasus yang sudah masuk ke dalam proses persidangan ini. Pihaknya juga menduga, baik penerima maupun pemberi suapnya tidak hanya jaksa Subri dan Lusita.
Usai melakukan pemeriksaan 1x24 jam terhadap jaksa Subri dan Lusita, tim penyidik juga sedang mengembangkan untuk menjerat pihak pemberi dan penerima suap lainnya. Menurutnya dalam satu tindak pidana korupsi, tidak mungkin dilakukan hanya satu orang karena well organized crime atau kejahatan yang terorganisir.
Namun ia enggan menyebutkan pihak pemberi dan penerima suap lainnya dalam kasus ini karena masih dalam pengembangan penyidik. KPK juga sedang mendalami motif suap yang dilakukan Lusita yang merupakan pengusaha asal Jakarta.
"Sedang didalami apakah hanya pengusaha atau teman dari penguasa, juga didalami apakah ia perantara atau messanger atau owner (pemilik) dalam usaha properti di sana (Pantai Senggigi)," jelas BW.