Senin 16 Dec 2013 04:00 WIB

Takdir Allah SWT

  Petugas berusaha memadamkan mobil tangki yang terbakar, setelah ditabrak KRL Commuterline jurusan Serpong-Jakarta di perlintasan kereta di Bintaro Permai, Tangerang Selatan, Senin (9/12). (Republika/Yasin Habibi)
Petugas berusaha memadamkan mobil tangki yang terbakar, setelah ditabrak KRL Commuterline jurusan Serpong-Jakarta di perlintasan kereta di Bintaro Permai, Tangerang Selatan, Senin (9/12). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr Harry Mulya Zein 

Belum lama berselang telah terjadi musibah tabrakan maut antara truk tanki BBM dengan kereta api komuter  di pelintasan pintu KA Pondok Betung, Bintaro Kota Tangerang Selatan. 

Peristiwa yang memilukan serta mengundang perhatian publik dengan beragam komentar itu semoga tidak dijadikan saling menyalahkan satu sama lain, namun semua itu adalah musibah yang terjadi semata-mata takdir dari Allah SWT.

Takdir memang takdir. Tetapi tidak semua kejadian yang menimpa kita merupakan takdir dari Allah SWT. Ada pula hasil salah pilihan kita sendiri. Kesalahan pemahaman terhadap takdir kerap membuat banyak orang yang salah mengartikan konsep takdir.

Dalam sebuah referensi, ada sebuah ilustrasi yang bagus. Adalah seorang pencuri yang tertangkap dimasa pemerintahan Islam sedang jaya-jayanya. Sang pencuri ini tengah diproses oleh seorang Hakim.

Lalu si pencuri berkata membela diri ”Wahai tuan hakim, sungguh tidak pantas tuan menghukum saya”.

Dia melanjutkan, ”karena apa yang saya lakukan ini sesungguhnya sudah diketahui oleh Allah dan Allah membiarkannya (mengizinkannya), dan sesungguhnya Allah-lah yang berkehendak atas terjadinya pencurian ini, dan kita semua tahu, di Lauh al-Mahfudz sesungguhnya telah tertulis semua aktivitas kita dari mulai dilahirkan sampai kita menemui ajal, termasuk pencurian ini sesungguhnya telah tertulis di kitab tersebut, sehingga tidak pantas tuan hakim menjatuhkan hukuman kepada saya, karena perbuatan ini bukan karena kehendak saya”.

Hakim tersebut lalu berpikir tentang hal tersebut, setelah lama berpikir akhirnya ia mengeluarkan keputusan untuk menghukum si pencuri itu.

”Baik, masukkan dia ke dalam sel penjara!” ujarnya. Si pencuri protes kepada tuan hakim dengan penjelasannya yang panjang lebar tadi, yang intinya adalah pencurian itu bukan kehendaknya tetapi kehendak Allah SWT, atau sudah nasibnya.

Sang hakim pun berkata dengan tenang, ”Sebenarnya saya tidak mau menjatuhkan hukuman kepadamu, tetapi bagaimana lagi, ini juga kehendak Allah, dan di Lauh al-Mahfudz juga sudah tertulis pada hari ini dan waktu ini saya mengeluarkan hukuman penjara bagimu!”

Ilustrasi itu menyimpulkan bahwa apa yang dialami si pencuri bukan sebuah takdir, akan tetapi merupakan akibat dari salah langkah. Akibat mencuri, maka dia akan mendapatkan ganjaran perbuatannya, yakni dipenjara.

Dengan kata lain, kita memiliki pilihan untuk melakukan sesuatu, memilih sesuatu dan menjadi sesuatu.

Kehendak bebas atau kesempatan memilih yang diberikan Allah kepada manusia inilah yang akhirnya melahirkan konsekuensi logis, yaitu pertanggungjawaban manusia atas perbuatan-perbuatan yang dipilih olehnya. Pertanggungjawaban ini di akhirat kita sebut dengan prosesi hisab. 

Di dunia pun, dipastikan kita dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipilihnya. Oleh karena itu Tragedi Bintaro kita jadikan pelajaran untuk lebih berhati-hati serta menjadi inspirasi bagi Pemerintah baik pusat maupun daerah  dalam menyediakan sekaligus membangun sarana dan prasarana Transportasi publik yang aman serta nyaman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement