REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid menyarankan Ani Yudhoyono memberikan klarifikasi terkait isu penyadapan yang menyebutkan peran sentralnya dalam mengatur pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini sudah jadi masalah publik dan seharusnya pihak Ibu Ani atau Juru Bicara kepresidenan mengklarifikasi kepada publik dengan data-data yang mereka miliki," kata Hidayat di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12).
Langkah itu, menurut dia, agar tidak memunculkan berbagai hal yang tidak menguntungkan Ani Yudhoyono dan kedaulatan Indonesia.
Hidayat mengatakan secepatnya klarifikasi beserta data-data otentik dilakukan agar tidak menjadi kontra produktif dalam perkembangannya.
"Semakin cepat diklarifikasi maka semakin baik agar tidak menjadi bola liar sehingga tidak menjadi kontra produktif," ujarnya.
Hidayat menilai seharusnya peran ibu negara tidak seperti yang diungkapkan Wikileaks dalam mengintervensi kebijakan pemerintah. Karena kepemimpinan dalam konteks kabinet dan kebijakan negara merupakan domain pejabat negara.
"Beliau (Ani) istri presiden dan dalam struktur kenegaraan tidak memiliki kewenangan itu (mengatur kebijakan kabinet)," tegas Hidayat.
Media Australia, The Australian, membeberkan alasan intelijen negara itu menyadap telepon Ibu Negara Ani Yudhoyono pada 2009 dan langkah penyadapan itu sudah disiapkan sejak 2007.
The Australian mendapat bocoran dari Wikileaks pada 17 Oktober 2007 melalui kawat diplomatik yang dikirim dari Kedutaan Australia di Jakarta kepada diplomatik Amerika Serikat di Canberra dan CIA. Kawat diplomatik itu berjudul "A Cabinet of One, Indonesia's First Lady Expands Her Influence" yang menjelaskan peranan Ani Yudhoyono yang sudah tiga tahun menjadi "first lady".
Dalam pemberitaannya, disebutkan penyadapan dilakukan Defence Signal Directorate kepada Ani karena dinilai orang berpengaruh terhadap SBY. Selain itu, Ani dianggap sedang menyiapkan kursi kekuasaan untuk Agus Harimurti Yudhoyono.