REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Baghowi mengatakan sertifikasi produk haram sebagai pengganti sertifikasi produk halal bukan kebijakan populer.
"Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim sebenarnya lebih efektif dilindungi oleh sertifikasi produk haram dibanding halal. Namun, nantinya siapa yang mau mengujikan produknya," kata Baghowi di Jakarta, Senin (16/12).
Menurut Baghowi, konsumen Muslim menjadi tidak ragu-ragu lagi terhadap suatu produk seperti selama ini. Terlebih sertifikat halal yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama ini berasal dari kesukarelaan produsen untuk mengujikan produknya.
Karena itu, produsen yang tidak mengajukan produknya diuji tentu akan diragukan status haram tidaknya dari produk tersebut.
"Sebenarnya jika susah-susah menerbitkan sertifikat halal, kenapa tidak dibalik? Yaitu produk yang tidak lulus uji kehalalannya tinggal diberi label haram," ujar Baghowi.
Sejauh ini, sertifikasi produk halal berlaku untuk beberapa kebutuhan konsumen seperti makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik.