REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah sebagai tersangka dugaan kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serta merta membuat Atut kehilangan jabatannya sebagai kepala daerah di Provinsi Banten.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, Ratu Atut akan dinonaktifkan sebagai Gubernur Banten jika sudah ada nomor registrasi perkara di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Setelah penetapannya sebagai terdakwa, baru dinonaktifkan," kata Gamawan ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (17/12). Proses pemberhentian sementara gubernur yang terjerat kasus hukum dapat dilakukan oleh presiden melalui usulan mendagri jika berkas perkara dakwaan tindak pidana tersebut sudah terdaftar di pengadilan.
Hal itu seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagai turunan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dalam hal itu, Mendagri belum dapat mengeluarkan usulan pemberhentian tersebut, karena belum mendapatkan surat resmi dari KPK maupun berkas perkara dari Pengadilan Tipikor.
"Saya belum mengetahui (penetapan Atut), tapi saya sudah baca di media. Saya akan dalami terlebih dahulu," ujar Gamawan. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan pihaknya sudah menetapkan Ratu Atut sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.