REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendagri Gamawan Fauzi meminta agar pengosongan kolom agama tidak terus dimasalahkan. Mereka yang mengkhawatirkan timbulnya dampak sosial hingga mendesak menghilangkan kolom tersebut diminta membaca kembali undang-undang.
Dalam pasal 64 UU No 23/2006 tentang administrasi kependudukan disebutkan, hanya enam agama mayoritas di Indonesia yang tercantum identitasnya di kolom tersebut. Sedangkan pengkhayat kepercayaan akan dikosongkan.
Menurut dia, kepercayaan bukan agama sehingga tidak bisa difasilitasi untuk tercatat dalam KTP elektronik. Sedangkan, masyarakat yang sudah jelas memeluk suatu ajaran agama tetap tertulis sebagaimana umumnya dan tidak boleh dikosongkan.
"Banyak orang yang berkomentar tapi tidak membaca undang-undang," kata Gamawan pada Republika, Selasa (17/12).
Dia menambahkan, kekhawatiran kolom agama itu memunculkan masalah hanya opini yang dikembangkan. Komentar dari orang tersebut kemudian ditanggapi tanpa melihat bagaimana regulasi mengatur persoalan tersebut.
Kalau memang kepercayaan mau dianggap sebagai agama, maka undang-undang yang harus diubah. Ia pun siap menyediakan kolom itu bagi para pengkhayat aliran asalkan ada landasan hukum yang mengaturnya.
Ketua Majelis Syariah DPP PPP, Noer Mohammad Iskandar mengatakan, kalau kolom agama bagi penganut kepercayaan kosong, maka isu diskriminasi akan dimunculkan. Nantinya, akan ada oknum yang mengarahkan pilihan, kolom agama dihilangkan dari eKTP.
"Dari pada dikosongkan, lebih baik dicari jalan tengahnya, seperti merangkul penganut kepercayaan agar merujuk ke satu agama, atau diakui saja keyakinan tersebut secara resmi dalam eKTP," ujar Noer.