Selasa 17 Dec 2013 20:14 WIB

Gita: Pemimpin Butuh Langkah Radikal Perbaiki Ekonomi

Rep: Friska Yolandha/ Red: Djibril Muhammad
Gita Wirjawan
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Gita Wirjawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peserta Konvensi capres Partai Demokrat Gita Wirjawan menyatakan calon pimpinan yang baru perlu melakukan langkah-langkah radikal dalam mendorong perbaikan ekonomi nasional.

Pemimpin negara yang terpilih harus memperkuat pondasi ekonomi agar mampu menciptakan eksistensi di dunia global.

 

"Indonesia jangan hanya menjadi ekonomi yang besar tapi bisa menjadi salah satu terbesar di dunia dalam 20 tahun ke depan," ujar Gita dalam kunjungannya ke Republika, Selasa (17/12).

 

Langkah radikal ini perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah isu penarikan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve.

Ia berpendapat kebijakan moneter ini jangan hanya diperangi dengan senjata moneter saja. Kebanyakan negara yang terimbas isu tapering off, kebijakan moneter seperti menaikkan suku bunga menjadi senjata paling proaktif. Padahal kebijakan ini akan berdampak pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.

 

Gita yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengatakan, kebijakan moneter ini harus dilakukan bersamaan dengan keijakan fiskal. Kebijakan fiskal dilakukan sedemikian rupa untuk menarik dana-dana yang selama ini mengendap di luar negeri.

 

Dengan kebijakan fiskal yang radikal, diharapkan dana masyarakat yang tersimpan di negara lain bisa ditarik ke Indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Masuknya dana akan memberikan sentimen positif pada pasar.

"Ekonomi Indonesia akan mendapatkan imbas dari uang yang selama ini ngumpet di Singapura," kata Gita.

 

Indonesia harus mampu menguasai pasar domestik. Dalam 20 tahun ke depan, akumulasi produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp 600 ribu triliun. Jika diasumsikan 60 persen dari PDB adalah konsumsi domestik, maka nilainya mencapai Rp 360 ribu triliun.

Jika tidak ada reformasi pada roadmap industri, konsumsi yang senilai itu akan didominasi oleh produk asing. Selama 20 tahun ke depan, akan sulit mencari produk yang ada bendera merah putihnya, kata Gita.

Hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan pembangunan infrastruktur yang masif dan mempermudah akses pendanaan ke masyarakat. Saat ini, akses pendanaan baru 20 persen.

Untuk negara dengan ekonomi yang besar seperti Indonesia, akses pendanaan seharusnya di atas 40 persen. Hal ini harus dilakukan bukan sekadar dengan pembukaan kantor cabang perbankan tetapi dengan pemberdayaan teknologi.

 

Pemberdayaan teknologi yang dimaksud adalah memanfaatkan teknologi ponsel untuk memudahkan masyarakat mengakses perbankan. Ini dikenal sebagai branchless banking. Dengan kolaborasi antara sektor perbankan dan telekomunikasi diharapkan akses pendanaan meningkat.

"Agar petani bisa menanam bawangnya, agar bisa bangun pabrik dan sebagainya. Ini akan mengubah peta industrialisasi kita," ujar mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement