REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akibat larangan ekspor biji mineral yang akan diberlakukan 12 Januari 2014, sekitar 800 ribu tenaga kerja sektor pertambangan terancam menganggur. Pemerintah didesak dapat mengantisipasi situasi tersebut.
"Pemerintah harus menyadari dampak yang bakal terjadi apabila larangan ekspor itu tetap diberlakukan dan UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dilaksanakan," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Natsir Mansyur dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/12).
Menurut dia, perlu dukungan persiapan dan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan banyak korban. Natsir mengatakan, pemerintah harus dapat mengantisipasi 800 ribu tenaga kerja yang akan menganggur baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung dalam bisnis pertambangan minerba ini.
"Mudah-mudahan pemerintah dan DPR dapat menemukan solusi untuk mengatasi masalah ini," ujarnya.
Ia mengatakan ancaman lain adalah kebangkrutan pengusaha tambang yang pada gilirannya memicu gagal bayar sejumlah pinjaman di bank.
Pemberlakuan UU Minerba disertai larangan ekspor bijih mineral itu menyebabkan sejumlah perusahaan mineral akan tutup operasi. karena perusahaan-perusahaan tersebut memiliki sejumlah kontraktor dan supplier yang mengandalkan pinjaman bank dalam beroperasi.
"Hal ini perlu dipikirkan, karena mereka kemungkinan tidak bisa mengembalikan pinjaman bank,"tuturnya.
Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan akan mengalami perlambatan akibat penerapan UU Minerba. Selama ini pergerakan ekonomi daerah masih dipengaruhi bisnis tambang mineral, karena pemegang izin, kontrak karya (KK), Izin Usaha Pertambangan (IUP) hingga Izin Pertambangan Rakyat (IPR) ada di daerah.
"Perampingan ini bakal diikuti industri hilir seperti industri kabel dan kawat, industri pupuk, dan industri semen," ujarnya.