REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari mengatakan, keadilan ekonomi akan sulit dicapai bila 60 persen APBN hanya untuk anggaran gaji rutin PNS, TNI dan Polri.
Sedangkan dari sisa anggaran 40 persen, hanya 20 persen yang dialokasikan untuk pembangunan. Sementara 20 persen sisanya untuk membayar utang.
"Kewenangan dan eksekutor APBN itu berada pada pemerintah dan bukannya DPR. Selama postur APBN itu peruntukannya sama, maka sulit bisa mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah tertinggal," kata Hajriyanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12).
Karena itu, ujarnya, dibutuhkan pemimpin, presiden, atau eksekutif yang berani mengubah postur APBN sesuai amanat UUD 1945 pasal 23. Yaitu, APBN ditetapkan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam konteks yang luas, ucapnya, Indonesia yang majemuk ini membutuhkan pemimpin yang berjiwa pluralis. Serta memahami kemajemukan dengan baik atas Indonesia yang beragam.
"Maka aneh, kalau pemimpin bangsa ini tak punya kesadaran tinggi terhadap pluralisme dan itu bisa mengundang gerakan sparatisme, hingga menimbulkan desintegrasi, dan mengancam NKRI," kata politisi Parati Golkar tersebut.
Namun, ujarnya, tantangan yang terbesar bangsa ini ialah melawan korupsi. Karea APBN yang begitu besar banyak dikorupsi, sehingga gagal mewujudkan keadilan ekonomi.