REPUBLIKA.CO.ID,
Jatah biaya riset di bidang keagamaan masih terbatas.
JAKARTA — Jumlah profesor riset Indonesia di bidang keagamaan saat ini dinilai masih jauh dari standar yang dibutuhkan. Bahkan, rekrutmen periset bidang keagamaan terakhir yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) terjadi 10 tahun yang lalu.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Machasin mengungkapkan, Indonesia saat ini mempunyai tiga pusat pengembangan dan penelitian di bidang keagamaan yang berada di bawah Kemenag.
Sayangnya, jumlah profesor riset di bidang agama belum cukup untuk memenuhi tiga pusat pengembangan riset keagamaan.
“Dengan jumlah profesor riset yang hanya 12 orang, Kemenag baru bisa memenuhi dua pusat kajian. Yakni, pusat kajian pertama di bidang kehidupan beragama dan pusat kajian kedua di bidang pendidikan agama,” ujar Machasin usai menghadiri pengukuhan dua orang profesor riset di bidang keagamaan di Jakarta, Selasa (17/12).
Sedangkan, pusat kajian ketiga di bidang kajian Islam dan khazanah. Saat ini, peneliti dan hasil penelitiannya dinilai masih sangat minim.
Jumlah ini masih sangat sedikit, baru enam persen dari jumlah total profesor peneliti riset di Indonesia. Seharusnya, kata Machasin, kebutuhan profesor riset di bidang agama minimal 20 persen dari total profesor riset di seluruh Indonesia.
Machasin mengatakan, tenaga yang mumpuni dan memenuhi kualifikasi di bidang kajian keagamaan masih sangat sedikit.
Sebab, ada persyaratan harus setingkat doktor (S-3) dan beberapa hasil riset yang berkualitas. Karena itu, untuk mencukupi kebutuhan profesor riset, tahun ini dan tahun depan Kemenag akan kembali merekrut peneliti baru.
Lambannya proses rekrutmen, menurut Machasin, karena jatah yang ditetapkan pemerintah untuk pembiayaan periset baru masih terbatas. “Karena itu, rekrutmen ini akan diaktifkan kembali demi mencukupi kebutuhan berbagai riset di bidang keagamaan,” ujarnya.
Sekjen Kemenag Bahrul Hayat menilai, posisi profesor riset di bidang agama sangat penting sebagai pengkaji dan peneliti bagi kebijakan pemerintah, khususnya di bidang keagamaan.
Bahrul menekankan, topik yang paling penting dalam kajian keagamaan saat ini adalah riset di bidang pendidikan agama dan riset di bidang kerukunan, toleransi, serta kehidupan beragama di Indonesia.
Dua hal ini, menurut Bahrul, merupakan riset yang penting untuk menjaga kualitas kehidupan beragama masyarakat Indonesia ke depan.
“Pendidikan agama sebagai dasar pendidikan karakter dan penjaga moralitas anak bangsa. Sedangkan, kajian kerukunan dan toleransi sebagai landasan pemerintah dalam menjaga keutuhan bangsa yang dikenal sangat majemuk,” katanya.
Bahrul menegaskan, ke depan ia akan mendorong lebih bayak profesor riset dan hasil riset berkualitas di lingkungan Kemenag, baik di bidang agama maupun kehidupan antarumat beragama.
Ia juga mengungkapkan tentang ketertarikan negara-negara Barat terhadap kehidupan antarumat beragama di Indonesia. Sebab, kata Bahrul, Indonesia kerap menjadi cemooh dalam kehidupan beragama, namun di sisi lain mereka tidak memiliki konsep bagaimana seharusnya kehidupan beragama dalam satu negara.
Ia mengatakan, sejumlah negara di Eropa sekuler, seperti Jerman dan Yunani, saat ini sedang memfokuskan studi kehidupan beragama di Indonesia. Setelah banyak warga negara mereka menyadari pentingnya pendidikan agama sebagai satu-satunya penjaga moralitas generasi muda.
“Di sisi lain, adanya tuntutan masyarakat mereka yang semakin membutuhkan kehidupan beragama sebagai landasan hidup. Mereka mempelajarinya dari Indonesia,” kata Bahrul.