REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Dradjad Wibowo menilai langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (Fed), mengurangi stimulus moneter (tapering off) akan berdampak terhadap volatilitas nilai tukar rupiah hingga pekan pertama Januari 2014.
"Dugaan saya, rupiah masih akan dimainkan hingga minggu pertama Januari. Jika Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan mampu memberi pelajaran kepada pemain keuangan yang berspekulasi, rasa-rasanya rupiah masih bisa ditahan pada level di bawah Rp 12.500 per dolar AS," paparnya kepada ROL, Kamis (19/12).
Karenanya, lanjut Dradjad, sangat penting bagi Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengambil langkah mengurangi lama dan besarnya spekulasi. Namun, menurutnya, depresiasi yang terjadi terhadap rupiah masih tergolong dalam level sedang. "Dengan depresiasi harian rata-rata antara 0,3-1,5 persen selama masa spekulasi," tambahnya.
Kendati demikian, ungkap Dradjad, tidak menutup kemungkinan rupiah mengalami penguatan setelah pembayaran utang swasta selesai per 31 Desember 2013. "Tapi jika BI dan Kemenkeu gagal 'memberi pelajaran', rupiah bisa tembus Rp 12.500 ke atas," ujarnya.
Jika rupiah sudah berada di atas Rp 12.500 per dolar AS, diakui Dradjad, akan makin sulit untuk mengembalikannya ke kisaran Rp 11.500-Rp 12 ribu per dolar AS. Dan, pelajaran yang paling efektif untuk menahan laju deprsesiasi rupiah, menurutnya, adalah dengan membawa dollar AS masuk ke Indonesia. "Semua kebijakan harus diarahkan ke sana bawa dolar AS masuk," tegasnya.