REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dinilai telah kehilangan legitimasi dari publik. Pernyataan itu diungkapkan pengamat ekonomi politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Dahnil Anzar.
Dahnil berkata, ketidakpercayaan masyarakat Banten kepada gubernurnya lantaran mereka telah lama merasa dikecewakan. Kekecewan itu datang atas perilaku Atut yang diduga melakukan praktik dinasti rente dan korupsi di Bumi Para Jawara itu.
"Atut telah kehilangan legitimasi dari publik sebagai Gubernur Banten, publik tidak percaya lagi dengan Atut," katanya kepada ROL, Kamis (19/12) petang.
Karena telah kehilangan legitimasi dari rakyatnya sendiri, lanjut Dahnil, Atut diminta secara 'legowo' meletakkan jabatan Gubernur Banten. Hal itu dirasa akan lebih baik demi kepentingan publik yang lebih luas.
Menurut Dahnil, tidak maksimalnya Atut dalam menjalankan tugasnya sebagai gubernur, membuat rakyat akan semakin dirugikan. "Tugas-tugas penting jadi terabaikan. Sebut saja pelantikan Wali Kota Tangerang yang sudah dibatalkan lima kali," ujarnya.
Dengan mengundurkan diri, lanjut Dahnil, putri Tubagus Chasan Shohib itu justru akan menyelamatkan citranya dari tuduhan tidak baik yang dialamatkan kepadanya.
"Dengan mengambil sikap mundur saya kira Atut memberikan contoh baik kepada publik ditengah berbagai tuduhan tidak baik yang mengarah kepada dia," katanya mengakhiri.
Atut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap Pemilukada Lebak, Banten. Dalam kasus ini, Tubagus Chaeri Wardhana (Wawan) yang tak lain adalah adik kandung Ratu Atut juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini juga menyeret mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.